Pages

Labels

Minggu, 18 November 2012

Bahasa Nusantara Terjajah



Sebulan yang lalu, baru saja masyarakat Indonesia merayakan hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada tanggal 28 Oktober. Sumpah Pemuda adalah bukti otentik dilahirkannya bangsa Indonesia, maka sudah seharusnya sebagai bangsa Indonesia merayakan momentum yang berharga ini. Cobalah sejenak kita mengingat apa saja tiga point di dalam teks sumpah pemuda.

Pertama
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kedua
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Ketiga
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Saya membayangkan bagaimana Sugondo Djojopuspito ketika itu melafalkannya, pasti dengan suara lantang, ditambah sorot mata yang menggambarkan masa depan yang cerah.  Para pemuda ketika itu bertekad akan mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia dari kolonialisme. Sekarang perhatikan sejenak pada tulisan teks sumpah pemuda yang dituliskan oleh Moehammad Yamin. Semua kalimatnya dituliskan dengan bahasa Indonesia yang sesuai dengan EYD (ejaan yang sudah dibenarkan), jelas, tentunya bisa dibaca dengan mudah.

Coba bayangkan, bagaimana teks sumpah pemuda ditulis dengan bahasa gaul masa kini atau sering disebut ‘Bahasa Alay’, yang pasti akan sulit dibaca. Selain itu, merusak penjiwaan kita terhadap sejarah sumpah pemuda. Ketika para pemuda membacakan teks sumpah pemuda dengan lantang artinya mereka bangga dengan bangsanya dan juga bahasanya, yaitu bahasa Indonesia. Tentu saja bahasa alay merusak bahasa Indonesia yang merupakan salah satu kekayaan bangsa ini.

Maraknya bahasa alay merupakan salah satu fenomena yang terjadi di kalangan anak muda saat ini. Bahasa alay digunakan mulai dari SMS, chatting, facebook, twitter, blackberry messenger, dan sebagainya. Contohnya seperti, ciyusan, miapah, atau hurufnya yang gede-kecil. Misalkan untuk huruf A saja bisa diubah menjadi @ atau angka 4, jadi terlihat seperti sandi, tetapi kalau sandi atau kode ada nilai sejarahnya, lain lagi dengan 
bahasa alay sama sekali tidak ada sejarahnya.

Saya pernah bertanya kepada salah satu teman, bagaimana bisa mereka bisa menulis huruf gede-kecil ditambah dengan huruf yang diganti dengan angka dalam setiap status facebook atau SMS. Jawabannya cukup mengejutkan, karena ada handphone yang memang sudah disetting untuk bahasa alay, tinggal pilih mahu hurufnya gedel-kecil berurutan atau selang-seling. Saya saja pernah mencoba mengetikkan bahasa alay pada handphone dan memakan waktu yang sangat lama, wajar saja saya heran kenapa mereka bisa menggunakan bahasa alay dalam status facebook berkali-kali dalam sehari.

Bahasa Indonesia ada karena melalui peradaban yang memakan jangka waktu panjang, tidak punah karena dia kuat. Lain lagi dengan bahasa alay, semakin hari maka semakin ada yang ter-update, yang sudah lewat hilang begitu saja diganti yang baru, karena dia tidak kuat atau dia tidak melewati suatu peradaban. Bahasa Indonesia juga disebut salah satu kekayaan budaya bangsa kita, jika salah satu kebudayaan kita dirusak, mahu jadi apa bangsa ini?

Negara yang maju terlihat dari para pemuda bangsa tersebut, jika para pemudanya berkualitas maka negara tersebut akan mengalami kejayaan, karena merekalah yang akan membangun negaranya. Akan tetapi, bisa dibayangkan jika para pemudanya saja sibuk update status facebook, atau twitter apalagi dibudayakannya bahasa alay, bagaimana bangsa ini ingin maju?. Takut dibilang temannya tidak gaul kalau tidak memakai bahasa alay, memangnya negara akan maju jika penduduknya gaul? Apakah gaul itu membuat dirinya menjadi sukses?

Saya pernah membaca bahwa tulisan seseorang mencerminkan kepribadian dirinya, jika tulisannya saja menggunakan bahasa alay, saya tidak bisa membayangkan bagaimana kepribadian orang tersebut. Jika semua generasi muda menggunakan bahasa alay, saya takut dengan musnahnya penulis-penulis muda, karena tidak mungkin misalnya mereka menulis novel dengan bahasa alay. Pastinya, tidak ada satu pun penerbit yang akan menerbitkan novel tersebut, lagi pula siapa yang rela mengedit naskah dengan bahasa alay?

Generasi muda saat ini semakin dirasuki oleh budaya luar, rela menabung demi menonton konser boyband asal korea, karaokean, dan sebagainya. Selalu mengejar-ngejar apa update-an terbaru, seperti bahasa ciyusan, miapah yang sedang booming kali ini, saya sering menemukan di facebook atau twitter, sampai-sampai iklan di salah satu stasiun televisi turut berciyusan dan miapah.

Saya yakin bahasa seperti itu akan musnah seiring berjalannya waktu, pasti ada saja update-an terbaru. Seperti yang saya katakan, karena bahasa ciyusan miapah tidak kuat, tidak memiliki nilai sejarah dan melewati suatu peradaban. Saya heran, kenapa mereka tidak menggunakan bahasa Indonesia secara benar, saya kira tidak sulit untuk menuliskan dengan bahasa yang benar, tidak memakan waktu yang banyak. Lagi pula sebagai pelajar pasti setiap harinya menulis dengan bahasa yang benar, tidak mungkin kita menulis pelajaran dengan bahasa alay.

Ingin saya bertanya, apa maksud mereka menggunakan bahasa ciyusan, miapah, mungkin ingin dibilang imut atau manja. Seperti kata Darwis Tere-Liye, kalau hanya sekedar menjadi imut atau unyu-unyu boneka juga punya sifat otentik seperti itu. Saya paling risih jika ada nama user facebook menggunakan bahasa alay, biasanya jika ada permintaan pertemanan oleh orang-orang bernama alay, tidak saya confirm.

Sebagai generasi muda, banggalah dengan Negara kita, bangsa kita, terutama bahasa kita. Jangan sampai bahasa kita terjajah, sudah cukup bahasa kita terjajah oleh para kolonial terdahulu. Jadilah kepribadian yang bagus, dewasa, dengan menggunakan tulisan yang benar. Pesan saya, bahwa menulis dengan bahasa yang benar itu tidak susah, tidak membuat anda merugi.