Pages

Labels

Senin, 15 Oktober 2012

Jalan Setapak yang Mengerikan



Ketika itu sedang terjadi kerusuhan di Mesir, yaitu revolusi Mesir pada 25 Januari 2011, jadinya pada hari-hari kerusuhan semua jaringan telepon dan internet dimatikan. Aku dan temanku pada saat itu ragu untuk kumpul di sekretariat IKPM (Ikatan Keluarga Pesantren Modern). "Ya sudahlah, kita berangkat aja, takutnya yang lain pada kumpul", ujar temanku. Akhirnya kami berdua memutuskan untuk berangkat menuju daerah Bawabah di bilangan Hay Asyir. Sampailah kami di tempat pemberhentian bus seberang apartemen kami dan ternyata tak ada satu pun bus maupun tremco[1] yang berlalu-lalang, keraguan pun mulai menjalar di pikiranku lagi, tetapi akhirnya kami memutuskan untuk berangkat dengan taksi.

Setelah sidang redaksi usai, kami pun singgah di rumah makan bang Bobi yang kebetulan dekat dengan sekretariat. Sepi sekali tidak ada satu pun Masisir yang mengunjungi tempat tersebut. Sambil menunggu pesanan, kami melihat di televisi bahwa pada hari itu ada kerusuhan lagi di Maidan Tahrir, ah kan yang demo di Tahrir bukan disini, pikirku. Setelah dari Bang Bobi kami menunggu teman kami di depan swalayan "Khoiru zaman", karena telah terlanjur membuat janji kepada teman kami bahwa akan berbelanja disana tepat pada pukul enam sore.

Jalan raya pun makin sepi, sepi, dan makin sepi, bodohnya kami berdua tidak menyadarinya dikarenakan asik bergosip ria. Memang dasar wanita, ketika sedang asik bergosip mereka lupa dengan sekitarnya. Akhirnya kami pun menyadari bahwa sudah satu jam kami menunggu, dan jalanan pun makin terasa sepi. Sedikit orang-orang tersisa, mereka berlari-lari mengejar tremco yang lewat karena mereka takut tidak mendapatkan kendaraan pulang.

Setelah beberapa menit kemudian, Khoiru Zaman TUTUP! Dan ternyata bukan Khoiru Zaman saja yang tutup, tapi toko-toko yang lain pun turut mengakhiri jam kerja mereka. Akhirnya kami memutuskan untuk pulang, dan setelah menunggu setengah jam tidak ada satu pun bus ataupun tremco yang lewat, adapun yang lewat tapi penuh dengan penumpang. Orang-orang Mesir kebanyakan menaiki truk yang kebetulan lewat dan menawarkan tumpangan, karena semua bus sudah penuh ketika melewati Hay Asyir dan mustahil bagi kami untuk menaiki truk yang penuh sesak oleh pria-pria Mesir.

Lama sekali kami menunggu, dengan keputusan yang sedikit gila kami pun memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki menuju daerah Zahro yang jauh sekali letaknya dengan daerah Bawabah ini. Jalan, jalan, dan jalan yang kami lakukan dan ketika sampai di daerah Gami' kami mencoba lagi menunggu bus ataupun tremco. Tapi hasilnya Nihil! dan ketika itu kami melihat seorang ibu-ibu Rusia yang tengah menggendong anaknya, aku merasa kasihan melihatnya, tetapi apa daya jangankan untuk menolongnya untuk pulang ke rumahku saja aku tak tahu harus bagaimana. Taksi pun penuh dengan penumpang, tetapi akhirnya ibu-ibu Rusia itu ditolong oleh seorang lelaki Rusia. Waaah senangnya, coba ada orang Indonesia yang lewat lalu menolong kami berdua, tapi itu suatu hal yang tidak mungkin.

Kami pun meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki, ketika sampai di daerah Madrasah ada bus 81 jurusan Zahro menurunkan penumpang. Ketika kami ingin menaiki bus tersebut seorang lelaki Mesir berteriak, "La!Mashri bas!"[2], yassalaaam!

Kata-kata berupa cacian pun keluar begitu saja dari mulutku, dan ada kejadian yang menegangkan lagi ketika kami sampai di daerah Suq Madrasah, kami melihat ada kobaran api yang sangat besar berasal dari terminal bus Hay Asyir. Kami bingung harus kemana, ketika itu ada 2 orang lelaki Indonesia yang lewat dan aku hendak meminta pertolongan, tapi mereka hanya melihat dengan tatapan tidak peduli. Temanku langsung berkata, "Udahlah, kita juga bisa sendiri kok!", aku tahu dia berkata seperti itu hanya untuk menghibur dirinya.

Tak ada jalan lain, aku pun menarik tangan temanku menuju gang-gang kecil di sekitar Suq Madrasah yang sangat gelap dan sunyi, karena pintu-pintu dan jendela-jendela rumah terkunci dengan rapat. Parahnya aku tidak terlalu hafal jalan di daerah sini, ya Rabb!. Ah tapi kan jalan di Mesir hanya kotak-kotak saja, pikirku. Aku pun berjalan super cepat disertai dengan otakku yang berjalan menentukan arah-arah yang akan kita tempuh dan dengan merangkul tangan temanku. Tangan temanku berkeringat dingin dan gemetar, dia memegang tanganku kuat sekali. Dia ketakutan sekali dan hampir menangis, jika aku menangis juga maka itu sama saja membuang waktu. Dengan keberanian yang dipaksakan aku berjalan menuju jalan-jalan sempit yang diapit oleh apartemen.

Akhirnya kami tiba di tempat pengisian bensin, dan terlihat jelas ternyata kobaran api tersebut berasal dari tempat polisi yang berada di terminal bus Hay Asyir yang memang sengaja dibakar oleh masyarakat setempat. Akhirnya kami tiba diperbatasan Hay Asyir dan Zahro. Disana banyak tentara-tentara yang membawa senapan sedang memeriksa mobil-mobil pribadi yang lewat sana, setelah kuperhatikan tidak ada satu pun perempuan yang lewat sana. Memang inilah pengalaman kami yang bodoh dan gila. Sampailah kami di rumah, kami pun disambut oleh penjaga apartemen kami. Memang pada hari itu KBRI sudah mengumumkan bahwa tidak boleh keluar rumah setelah jam 4 sore, tetapi kabar itu tidak sampai rumah kami.

Ternyata, ketika kami pergi dari rumah, ada kerusuhan di depan apartemen kami dan sampai merusak pemberhentian bus di seberang. Salah satu teman kami mencoba mengambil gambar dengan kamera, tiba-tiba tetangga atas flat kami meludahinya dan melempar bantal, karena mereka melihat cahaya kamera dari jendela flat kami. Memang ketika di zaman kepemimpinan Husni Mubarok semua kejadian kriminal tidak pernah dipublikasikan, baik dalam negri maupun luar.

Setelah beberapa hari, akhirnya ada berita bahwa orang Indonesia di Mesir akan dievakuasikan ke tanah air. Meski hanya beberapa minggu di Indonesia, tetapi akhirnya aku bisa pulang ke tanah air dengan gratis. Ternyata dari jalan setapak yang mengerikan berakhir dengan manis.




[1] Nama alat transportasi di Mesir, kalau di Indonesia sering disebut dengan angkutan umum
[2] Artinya: Nggak boleh, ini khusus orang Mesir saja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar