Pages

Labels

Kamis, 21 Agustus 2014

Rihlah Termahal Selama di Mesir!



Membaca judulnya pasti setiap orang terheran-heran. Semahal apa sih? Lebih tepatnya, apa objek wisatanya sehingga bisa dibilang termahal? Sebenarnya kriteria mahal di sini hanya untuk mahasiswa biasa saja seperti saya, untuk jalan-jalan saja harus menunggu duit beasiswa turun. Luxor dan Aswan adalah tujuannya. Mahal karena memang banyak objek wisata yang dikunjungi, seperti kuil-kuil pada masa Mesir Kuno yang tidak akan kita temukan di Kairo. Menurutku lebih menakjubkan daripada Pyramid yang konon termasuk tujuh keajaiban dunia. 

Sebenarnya Menteri Pariwisata Mesir telah menyediakan fasilitas untuk para warga asing yang ingin mengunjungi objek-objek wisata yang ada di negara ini dengan harga terjangkau. Fasilitasnya pun sangat memuaskan, seperti hotel bintang lima, bis pariwisata full AC ditambah makanan-makanan yang mengenyangkan perut. Salah satunya mengunjungi Luxor dan Aswan. Namun keadaan Mesir paska pengkudetaan presiden menyebabkan keadaan negara tersebut tidak stabil. Akhirnya tidak adakan tour menuju Luxor dan Aswan.

Aku dan teman-temanku kebingungan, ada dua pilihan, antara backpacker atau memakai travel. Backpacker memang harganya lebih terjangkau, tetapi resikonya penginapan dan makanan seadanya. Harus bisa melobi para penjaga tiket di setiap objek wisata supaya mendapatkan harga pelajar bukan turis. Beda dengan travel, semua fasilitas memadai, kita cuma duduk manis menunggu perintah. Hanya saja harganya lumayan mahal, bahkan lebih mahal ketimbang tour yang diadakan Menteri Pariwisata.

Setelah ditimbang-timbang, kami memilih untuk memakai travel. Susah memang jika tidak mempunyai seseorang yang kita kenal di sana, apalagi jika kita tidak mengetahui harga-harga yang terjangkau, bisa jadi malah lebih mahal. Kami melakukan searching di internet, akhirnya mendapatkan travel yang murah meriah. Travel tersebut mengadakan tour Aswan-Luxor-Hurghada, dengan harga 700 le belum termasuk tiket masuk kuil-kuil. Sedangkan jumlah harga semua tiket 230 le, jadi total 930 le. Jika 1 le sama dengan 2000 rupiah, berarti sekitar 1.860.000. Itu belum termasuk uang saku, jika uang saku  yang dibawa 300 le, ya bisa dua juta lebih. Untuk ukuran mahasiswa pas-pasan seperti saya itu sudah termasuk mahal sekali.

Dengan modal menyisihkan uang beasiswa 4 bulan berturut-turut, kami pun bisa berangkat menuju Luxor-Aswan-Hurghada. Hari pertama kami menuju Kota Aswan. Kota ini masih asri sekali, sungai nilnya sangatlah jernih dibandingkan yang ada di Kairo. Objek wisata pertama adalah Philae Temple. Untuk menuju ke sana harus mengendarai perahu menyelusuri Sungai Nil. Air Sungai Nil sangatlah jernih, terdapat bebatuan besar, rawa-rawa, burung-burung berterbangan, semuanya sangatlah indah. Sekali lagi, sangat-sangat berbeda dengan Sungai Nil di Kairo, karena yang didapatkan di sana bukanlah pemandangan yang alami, seperti hotel, restauran di atas kapal besar. 

Philae adalah pulau di Sungai Nil yang menjadi situs kompleks kuil Mesir selatan. Kompleks ini dibongkar dan dipindah ke pulau sekitar dalam proyek UNESCO karena terancam tenggelam oleh pembangunan Bendungan Aswan. Konon setelah pembangunan Bendungan Aswan dan air pun sudah surut, banyak ditemukan kuil-kuil Mesir Kuno. Jika diperhatikan di setiap bebatuan yang ada di sekitar Sungai Nil ada terdapat garis hitam bekas air yang menenggelamkan sebagian bagunan-bangunan. Kuil tersebut dibangun pada saat Mesir dipegang oleh Yunani Pada masa Ptolemeus. Setelah lima belas menit menyusuri Sungai Nil, tibalah kami di pulau yang sangat indah. Memasuki pulau langsung terhampar pemandangan Mesir Kuno, seperti terseret oleh mesin waktu. 

Pemandangan pertama terdapat pilar-pilar yang berdiri dengan kokohnya, hampir tidak ada kerapuhan di sana. Setelah melewati pilar-pilar, kami memasuki gerbang yang sangat besar dan tinggi dipenuhi oleh ukiran lukisan dewa-dewa Mesir Kuno. Di dalamnya pun terdapat pilar-pilar besar dan tinggi, masuk ke dalam terdapat ruangan dan batu ukiran tingginya kurang lebih 120 cm. Tempat tersebut adalah tempat tuhan yang mana ia bisa melihat semua yang ada di luar dan tidak ada yang bisa melihat tuhan di dalamnya.

Philae disebut dengan kuil cinta. Ketika itu Dewa Mesir kuno bernama Osiris  adalah Dewa Tanaman. Osiris adalah putra sulung dari dewa bumi Geb dan dewi langit Nut. Lalu menikah dengan salah satu saudarinya bernama Isis, kemudian Dewa Seth pun menyimpan kedengkian terhadap Osiris. Dewa Seth menipu Osiris untuk masuk ke dalam sebuah peti kayu. Setelah Osiris masuk, Seth mengunci peti itu dan melemparkannya ke sungai Nil untuk menyingkirkan Osiris. Isis berusaha mencari peti itu, dan pada akhirnya berhasil mengeluarkan tubuh Osiris dari dalamnya, yang hendak ia makamkan. Akan tetapi Seth merebut tubuh Osiris dan mencabik-cabiknya lalu menyebarkan semua potongan tubuh itu ke seluruh Mesir. Isis berkelana untuk menemukan semua potongan tubuh Osiris.

Satu potongan tubuh Osiris yang belum ditemukan, Isis masih berusaha mencari potongan tubuh suaminya. Sampailah di Kuil Philae ini, akhirnya Isis pun menemukan potongan hati Osiris di sini. Setelah terkumpul semua, Osiris hidup kembali dan mempunyai anak bernama Horus.

Setelah mengelilingi Kuil Philae, kami pulang mengendarai perahu dan menaiki bus untuk menuju Botanical Garden. Kami pun kembali mengendarai perahu untuk menuju ke sana. Sebenarnya tidak ada yang menarik di Botanical Garden, karena banyak tumbuhan yang tumbuh di Indonesia. Hanya saja tanaman terebut tidak ada di Mesir.

Kembali mengendarai perahu menuju Nubian Village, yaitu desa suku asli penduduk Aswan. Kulit mereka berbeda dengan penduduk di Kairo yang putih dan wajah dominan Arab-Eropa. Sedangkan Suku Nubi berkulit hitam, seperti penduduk Negara Sudan dan negara Afrika Tengah lainnya. Di sana kami melihat kegiatan-kegiatan Suku Nubi seperti menenun, membuat kerajinan dari pelepah kurma dan sebagainya. Terdapat banyak buaya diawetkan yang dipajang di setiap dinding depan rumah. Konon dulu mereka menyembah buaya.

Menjelang maghrib kami semua pulang menuju hotel penginapan, istirahat untuk persiapan energi menuju Abu Simbel keesokan harinya. Berangkat dari hotel pukul tiga pagi, karena untuk menuju ke sana harus mengikuti konvoi dengan kendaraan lainnya,  jadinya setiap kendaraan akan dimasuki satu polisi. Mungkin karena Abu Simbel terletak di tengah-tengah gurun pasir, takut terjadi perampokan oleh suku-suku Baduy.
Abu Simbel adalah objek wisata yang paling jauh, butuh 5 jam perjalanan dan hanya satu itu saja, maka dari itu dibutuhkan sehari hanya untuk mengunjunginya. Abu Simbel memang bangunan paling spektakuler dari yang lainnya dan tiketnya pasti lebih mahal. Abu simbel adalah kuil yang dipahat dari tebing batu pasir saat Firaun Ramses II masih berkuasa pada sekitar tahun 1250 SM sebagai tempat terakhir untuknya dan Istrinya, Nefertari. Struktur dari kuil ini dibuat sedemikan rupa sehingga cahaya dari matahari terbit dapat menerangi patung dari 3 dewa dan Firaun Ramses II di bagian pusat dan terdalam kuil. 

Di bagian luar kuil terdapat empat patung yang sama seperti di bagian dalam. Pertama adalah Dewa Ra yang merupakan dewa matahari, maka dari itu terdapat simbol matahari di atas kepalanya. Kedua Dewa Amun, ketiga Dewa Ptah dan yang terakhir Ramses II. Di kaki setiap patung terdapat patung-patung kecil yang merupakan istri-istri dan anak-anak mereka.

Seperti halnya Kuil Philae, Abu Simbel juga terancam tenggelam akibat pembangunan Bendungan Aswan. Akhirnya Kuil Abu Simbel dipotong dan diceraikan sebelum dipindahkan di tanah tinggi gurun 64 meter. Di sebelahnya terdapatkan Kuil kecil yang disebut dengan Kuil Nefertari merupakan persembahan Ramses II untuk istrinya Nefertari. Di dalam kedua bangunan kuil semua pengunjung tidak diperbolehkan mengambil gambar.

Setelah salat ashar kami bergerak meninggalkan Abu Simbel menuju Luxor. Kota Luxor dalam Bahasa Arab Aqsor yang artinya kumpulan istana raja-raja. Dulu pada zaman Mesir kuno, Kota Luxor atau dulu disebut Kota Thebes adalah pusat peradaban Mesir. Sekarang dipindahkan ke Kota Kairo. Pertama-tama kami mengunjungi Kuil Karnak.

Kuil Karnak adalah kuil terbesar pada masa Mesir kuno.  Kuil ini menjadi tempat peribadatan oleh para penganut  Agama Pagan pada zaman Mesir kuno. Ketika memasuki Kuil Karnak kita akan merasa seperti kurcaci, bagaimana tidak, di dalamnya kita disambut oleh pilar-pilar berukuran raksasa. Di bagian dalamnya ada dua obelisk, yaitu bangunan panjang yang runcing di bagian atasnya. Kompleksnya sangat luas, berukuran 1,5 km kali 800 meter dan bisa menampung hingga 80 ribu peziarah.

Di dekat pintu masuk kuil, ada banyak patung domba berbadan singa di sepanjang jalan. Pintu gerbangnya pun sangat besar sekali. Jika kita mendengar nama Kuil Karnak pasti tidak jauh dengan kuil Luxor. Kuil Luxor juga merupakan tempat peribadatan bagi penganut Agama Pagan sebelum akhirnya disegel ketika masuknya Agama Kristen. Di kedua kuil inilah para penganut agama pagan mengadakan festival tahunan yang sangat meriah, yang disebut Festival Opet. 

Kuil Luxor memang tidak seluas Kuil Karnak, di bagian depannya terdapat patung obelisk dan patung dewa Mesir kuno. Jarak antara Kuil Karnak dan Luxor sekitar 3 kilometer. Kedua tempat itu menjadi rute arak-arakan umat pagan sambil membawa patung dewa matahari, Amun Ra. Amun adalah dewa perang yang gagah perkasa, sedangkan Ra adalah dewa matahari. Maka, dalam mitologi Mesir kuno, Amun Ra dipahami sebagai Raja Dewa Matahari atau rajanya para Tuhan–King of Gods. 

Setelah itu kami mengunjungi Colossi of Memnon, yaitu dua buah patung batu raksasa setinggi 20 meter yang masih terawat dengan sangat baik. Patung ini dinisbatkan sebagai Raja Firaun, Amenhotep III yang berkuasa sekitar tahun 1350 Sebelum Masehi. Patung kembar ini berdiri di dekat pemakaman Theba, seberang Sungai Nil, tidak jauh dai Kota Luxor. Kawasan di belakang ke dua patung berdiri adalah kawasan pemakaman Amenhotep III, fir’aun sebelum masa nabi Yusuf ada dan jauh sebelum Nabi Musa tiba. Juga masih terlihat penggalian di belakang kedua patung ini, karena konon terdapat kuil yang dibangun oleh Amenhotep III dan masih dalam pencarian.

Beberapa menit kemudian kami sampai di Kuil Hatshepsut, lokasinya tak jauh dengan Colossi of Memnon. Bangunan yang sangat eksotis, karena dibangun menempel dengan bukit-bukit batu sekitarnya. Jadi kuil tersebut seperti bangunan yang muncul diantara bukit-bukit. Dari kejauhan kuil ini terlihat megah dan kokoh, tetapi dari dekat bangunannya seperti biasa. Akan tetapi tetap saja terlihat sangat indah dan eksotis.
Halaman kuil tersebut demikian luas, sehingga untuk menuju pintu gerbangnya perlu menggunakan kereta kecil. Tempat parkirnya bisa menampung ratusan mobil peziarah. Di pinggiran kawasan parkiran itu terdapat pokok-pokok kayu Myrh alias pohon kemenyan yang pada zaman Firaun dulu berjajar rimbun. Pohon kemenyan tersebut didatangkan dari negeri Somalia yang dulu menjadi partner perdagangan Hatshepsut. Tapi, kini pohon-pohon itu sudah tidak ada, sehingga suasananya menjadi demikian terik.

Sesampainya kami pun menaiki tangga di kuil tersebut, ketika di atas terdapat pilar-pilar dan patung di sela-selanya. Salah satunya patung Hatshepsut, ia adalah firaun kelima dari Dinasti ke-18 di Mesir kuno. Para Egiptologis umumnya menganggapnya sebagai salah seorang firaun perempuan yang paling berhasil di Mesir, yang memerintah lebih lama daripada perempuan penguasa manapun dalam sebuah dinasti bumiputra. Ia memerintah selama sekitar 1479 hingga 1458.

Perjalanan di Kota Luxor ini pun diakhir dengan mengunjungi Valley of The Kings atau lembahnya para Raja. Valley of The Kings adalah kawasan pemakaman para Raja Mesir kuno terletak di sepanjang tepi barat sungai Nil tepat di seberang Kota Luxor. Tempat pemakaman ini terdiri dari dua lembah yaitu Lembah Timur dan Lembah Barat. Lembah Para Raja memiliki sekitar 63 makam, dengan yang pertama milik Thutmose I dan yang terakhir adalah Ramses X. Hanya saja kami cuma mengunjungi tiga makam, karena untuk melihat yang lainnya harus menambah biaya.

Situs wisata yang satu ini memang paling mahal dari yang lainnya, biaya tiketnya seharga 50 le dan itu sudah harga pelajar bukan turis. Jika memasuki makam lainnya ada yang menambah 50 le ada yang lebih, mungkin hanya sejarawan dan orang-orang yang kelebihan duit rela menambah duit tiket. Sudah mahal tiket masuknya, ditambah tidak boleh membawa kamera dan semua elektronik yang bisa memotret. Jika ditemukan membawa kamera dan memotret objek di dalam wisata akan terkena denda.

Di setiap bukit, kita akan masuk ke sebuah pintu yang dituliskan raja yang dimakamkan. Terdapat tangga turun ke bawah, ada yang terbuat dari batu dan ada yang dari kayu. Sepanjang tangga terlihat ukiran-ukiran Hieroglyph berwarna-warni dan masih sangat asli. Ternyata warna-wana yang menghiasi ukiran tersebut diambil dari bebatuan warna-warni di pegunungan. Ketika di sana kita akan merasakan betapa hedonisnya para firaun Mesir kuno dahulu. Terlihat dari pemakaman mereka yang dihias seindah mungkin dan untuk satu makam saja luas sekali.

Seharusnya makam Imam Syafi’i dijaga ketat seperti ini, lebih dimuliakan dibandingkan dengan makam para firaun. Juga makam para ulama lainnya, supaya lebih terurus. Ini hanya sebagian cerita tentang peradaban Mesir kuno dan situs-situs peninggalan para firaun. Masih banyak lagi cerita tentang peradaban lainnya, tentunya Islam yang akan diceritakan di bab selanjutnya.





Hotel Seribu Bintang


Tidak salah jika menjuluki Mesir gudangnya ilmu, lihat saja dari Al-Azhar, para masyayikh-nya dan sebagainya. Ketika itu juga aku baru tahu jika Mesir gudangnya Ilmu Astronomi (dalam Bahasa Arab Ilmu Falak) dan cukup maju menurutku. Dilihat dari segi literatur-literaturnya, ulama-ulama dalam ilmu tersebut. Aku baru menyadari ketika memasuki perkumpulan para mahasiswa/mahasiswi Indonesia yang mengkaji Ilmu Astronomi ini. Perkumpulan ini kami namakan AFDA (Astronomi and Falak Deep Analys). Kami khusus mengkaji Ilmu Falak dalam segi syar’i-nya, seperti menghitung arah kiblat, awal bulan, waktu salat, tetapi pastinya tidak ketinggalan dari segi sains-nya.


Guru kami Bang Arwin Juli Rakhmadi memperkenalkan dengan salah satu Klub Astronomi Mesir yang di bawah naungan Dr. Sulaiman. Klub ini dinamakan ASMN (The Astronomical Society of Mahmoud Mosque) yang diketuai oleh Amr Abdul Wahab. Setiap hari Jumat setelah salat jumat diadakan kelas astronomi di auditorium Mesjid Mustafa Mahmoud, Muhandisin. Kami pun rutin mengikutinya, karena Dr. Sulaiman sibuk, terkadang salah satu anggota yang menggantikannya mengisi kelas. Pernah didatangkan tamu dari Yunani menjelaskan tentang Astronomi di sana, peninggalan-peninggalannya. 

Klub ini juga sering mengadakan observasi di lapangan terbuka yang disebut dengan Astro Trip. Tak ketinggalan juga turut mengundang kami. Ada beberapa yang kami ikuti dan ada yang tidak, karena mungkin biaya untuk Astro Trip lumayan mahal untuk ukuran mahasiswa dan kami mengikuti yang biayanya terjangkau dengan kantong. Memang kebanyakan anggota ASMN beberapa orang yang sudah bekerja, ada wartawan, potografer, juga para mahasiswa berkantong tebal. 

Pertama kali kami diundang untuk mengunjungi Obsevatorium Katameya, konon merupakan obsevatorium terbesar nomer dua di Afrika. Letaknya berada di tengah-tengah hamparan gurun pasir, jadinya sepanjang perjalanan terlihat gurun pasir yang luas di kanan-kiri. Ya walaupun obsevatoriumnya tidak berada di tengah gurun pasir, tetap saja gurun pasir menjadi satu-satunya pemandangan yang ada, kecuali di beberapa tempat yang subur saja seperti Fayoum. 

Kami mendapat undangan langsung dari Dr. Sulaiman dan memang untuk mengunjungi obsevatorium tersebut harus mendapatkan izin dari pihak yang mengelola tempat ini. Dari Kairo kami berangkat bersama rombongan Pak Sulaiman dengan menggunakan kendaraan masing-masing. Perjalanan berlangsung sekitr 3-4 jam. Sesampainya di sana kami diajak berbincang-bincang di bangunan tepat di sebelah obsevatorium. Ketika malam hari baru kami meneropong di dalam obsevatorium, sangat antri sekali untuk bisa meneropong, karena tentunya harus satu-persatu.

Kami dijelaskan oleh salah satu petugas di sana bagaimana menggunakan alat teropong yang sangat besar. Sangat menabjubkan, lebih keren daripada Obsevatorium Bosya yang pernah kita liat di film Petualangan Sherina. Ketika atap tempat ini di buka terlihat hamparan bintang memenuhi pemandangan kita. Kita bisa naik ke lantai dua supaya lebih jelas melihat bintang-bintang di langit.

Kedua kalinya kami mengunjungi Obsevatorium Katameya, kami tidak memasukinya tetapi belajar tentang mengenali jenis-jenis bintang yang ketika itu terlihat di langit Mesir. Di tempat ini bisa melihat bintang-bintang sangat jelas, karena jauh dari pusat kota dan benar-benar di tengah gurun pasir. Pastinya udara di sekitar terasa lebih dingin, apalagi ketika musim dingin, karena di kala musim panas pun terasa dingin. Kami dijelaskan peta langit utara, karena memang Mesir terlihat bintang-bintang yang ada di utara, seperti Polaris yang mendapat julukan si Bintang Utara yang terletak di gugusan bintang Ursa Minor. Kami pun berhasil menemukan Planet Saturnus dan terlihat cincinnya sangat jelas. Terlihat bintang Rigel, Orion, Betelgeus. Juga terdapat beberapa gugusan bintang lainnya, seperti Pegasus, Andromeda,  dan masih banyak lagi yang tentunya sangat-sangat menabjubkan. Ketika itu kami serasa bermalam di Hotel Seribu Bintang.

Obsevatorium Katameya memang khusus meneropong bintang, ada lagi obsevatorium di Mesir yang khusus meneropong matahari, yaitu terletak di Helwan. Obsevatoriumnya memang tidak sebesar Katameya, begitu pula teropongnya karena memang khusus untuk mengobservasi matahari. Di sana kami dijelaskan bagaimana cara teropong tersebut. 

Pertama kali kami mengunjunginya dalam rangka rukyatulhilal untuk awal bulan Ramadan. Sengaja mengambil tempat untuk merukyat di sana, karena terdapat lapangan luas di sana. Dengan menggunakan teropong yang dibawa oleh ASMN, satu persatu kami melihat hilal. Sayangnya ketika itu hilal tidak terlihat di beberapa tempat di Mesir termasuk Helwan, dikarenakan cuaca yang kurang mendukung. Akan tetapi tidak membuat kami sedih, karena kegiatan rukyatulhilal ini masuk di siaran langsung di stasiun televisi Aljazair.
Kedua kalinya kami mengunjungi Obsevatorium Helwan ini dalam rangka melihat Gerhana Matahari  Setengah. Kami diberikan dua kertas licin transparan untuk melihat gerhana supaya tidak terjadi kontak langsung dengan mata kami. Gerhana Matahari setengah terjadi hanya beberapa detik dan ketika itu langit pun mendung. Kami pun berhasil melihat di balik kertas yang diberikan oleh petugas di sana.

Ada yang lebih menabjubkan, yaitu kami menyaksikan pertunjukan Meteor Shower. Ketika itu hari ke 27 di Bulan Ramadan kami mengunjungi Wadi Rayyan untuk melihat Meteor Shower tersebut. Berangkat dari Mesjid Mustafa Mahmud siang hari dan sampai di Wadi Rayyan yang terletak di daerah Fayoum sore hari menjelang berbuka puasa. Wadi Rayyan indah sekali terlebih lagi ketika itu diterpa oleh kilauan cahaya matahari. Di sana terdapat bukit batu yang indah ditambah danau biru yang menabjubkan, pasirnya pun putih bersih. Sebelum mendaki bukit pastinya kami mengabadikan pemandangan terlebih dahulu. Kami pun mendaki bukit tersebut yang cukup curam, untungnya salah satu anggota AFDA ada yang mempunyai kekuatan lebih. Sehingga ketika menaiki salah satu tempat yang curam, ia mengangkat kami satu persatu, hebat bukan?

Sesampainya di puncak bukit kami berbuka puasa dengan bekal masing-masing dan setelah itu salat magrib berjamaah. Ketika buka puasa kami sempat melihat beberapa meteor jatuh. Semakin langit gelap semakin banyak meteor jatuh. Sebagian dari kami ada melihat sambil mendengarkan musik menikmati hotel seribu bintang ini. Ada yang setiap meteor jatuh berteriak seperti melihat bola masuk gawang. Ada yang sambil bernyanyi, berbincang-bincang dan sebagainya.

Meteor jatuh seperti melihat pertunjukan pesta kembang api, bahkan lebih indah. Ketika itu Galaksi Milky Way yang biasa disebut Bima Sakti terlihat jelas. Sesuai dengan namanya Milky Way terlihat seperti hamparan sungai susu yang tergantung di langit malam. Salah satu anggota AFDA berhasil mengabadikan Milky Way dengan kamera DSLR. 

Semakin lama meteor jatuh semakin sedikit, ketika waktu mendekati subuh terlihat bulan jelas sekali dan kami meneropongnya terlihat jelas sekali cekungan-cekungan di permukaan bulan. Setelah itu kami pun menuruni bukit lalu sebelum memasuki bis kami berpoto bersama anggota ASMN. Memang pertunjukan Meteor Shower tidak sempat kami abadikan, tetapi akan selalu terekam di hati masing-masing. Dari semua itu kami bisa menyadari bahwa Allah Maha Kuasa, juga bahwa banyak sekali ciptaan-Nya yang begitu indah. 

Lalu ada undangan kembali dari ASMN dalam acara Astro Trip mengunjungi Wadi Degla. Wadi Degla masih di kawasan Kota Kairo, yaitu terletak di daerah Maadi. Acara kali ini hanya mendaki bukit saja, sambil tadabur dengan alam. Bagi yang suka off road bisa membawa mobil jeep masing-masing. Bagi potografer yang khusus mempoto serangga dan tumbuhan bisa melakukannya di sana. Wadi Degla merupakan Cagar Alam yang masih dijaga oleh pemerintah.

Para peserta bermacam-macam, ada sekelompok orang dengan mobil jeep masing-masing. Para potografer handal, yang lebih seru ketika adik kandung Amr si ketua ASMN yang memang seorang potografer membawa kamera yang bisa memotret gambar 360 derajat. Masih banyak jenis-jenis kamera yang dibawa olehnya dan pastinya sangat keren. Memang keren sekali, kakaknya seorang astronomer, adiknya potografer.

Bukit di Wadi Degla tidak securam dengan yang di Wadi Rayyan. Udara di puncak bukit lebih sejuk, padahal ketika itu sedang musim panas. Pemandangan di puncak bukit sangat indah sekali, terdapat tebing-tebing, tumbuh-tumbuhan di bwah sana terlihat semuanya. Sebenarnya ada danau di sana, tetapi letaknya jauh sekali, hanya beberapa orang yang membawa kendaraan pribadi yang mengunjunginya. Sedangkan kami datang ke Wadi Degla dengan transportasi umum, maklum saja karena kami pelajar perantauan.
Sebenarnya masih banyak yang dijelaskan, tetapi karena keterbatasan kata-kata untuk merangkai. Akan tetapi pelajaran penting dari setiap perjalanan, kami semakin banyak memuji kebesaran Allah Swt. Bahwa Ia lah Sang Maha Segalanya. Membuat kami selalu ingin mengucapkan rasa syukur kepada-Nya. Perjalanan memang yang paling mengesankan, tetapi pelajaran di dalam yang paling penting. 

Juga beruntung bisa masuk AFDA, karena dari situ saya baru menyadari bahwa Mesir termasuk negara yang maju dalam bidang Astronomi. Terlebih lagi banyak Ulama Falak zaman dahulu berasal dari Mesir dan literatur Astronomi Islam paling lengkap memang hanya di negara ini. Terbukti bahwa Mesir gudangnya segala ilmu.

Prasangka


“Aku nggak mau tahu, pokoknya jam 2 siang kamu sudah datang di kafe biasa tempat kita bertemu,” ujar Adit.


“Dit, sumpah aku lagi cape banget, lagian sih kamu dadakan,” jawabku.

Please, Adelia Putri, this is emergency.”

Jika Adit sudah memohon, apalagi sampai menyebut nama lengkapku itu tanda ia benar-benar sedang kesulitan.

Okey Mr. Aditya Pahlevi! Eit, tapi nggak gratis, setelah itu kamu harus menemaniku berbelanja.”

With pleasure miss.”

Kucoba perlahan bangun dari posisiku yang masih berbaring di atas kasur, badanku masih terasa remuk. Mungkin jika Adit tidak menelponku, pasti aku masih terlelap. Kemarin seharian aku menemani mama belanja buat arisan besok, lalu membereskan rumah secara besar-besaran. Kalau saja Adit bukan sahabatku sejak kecil, mungkin aku tidak akan rela jatah tidurku diambil hanya demi mendengar curhatan.

Memang sudah kebiasaan, jika Adit sedang ada masalah dia akan memanggilku di cafe favoritnya. Sambil menikmati kopi hitam pekat kesukaannya dia bercerita perlahan apa yang sedang ia resahkan. Menurutnya, kopi dan bercerita denganku merupakan obat manjur menghilangkan masalah yang ada. Aku sering merasa heran dengannya, hanya untuk menyesap kopi saja harus di cafe yang mahal. 

“Dit, kenapa sih cuma minum kopi harus di cafe semahal ini? Tahu nggak, ini kopi sama kue yang cuma nyelip di gigi bisa dapat dua porsi bakso dan es campur Mang Dadang,” protesku suatu hari.

“Yee, jangan samain dong, ya jelas beda. Ini kopi ternikmat di dunia, kuenya juga enak kan? Kamunya aja kalau makan sebakul,” elak Adit.

Akan tetapi setelah bersantai-santai di cafe Adit selalu bersedia menemaniku berbelanja. Dia sangat sabar sekali meski harus berkeliling swalayan berkali-kali.

“Katanya cuma beli sabun sama sampo, kok sampe sekeranjang penuh gini?”

“Hehe, habisnya banyak yang murah, kayak beli sampo gratis conditioner.”

“Dibilang jangan suka beli dua gratis satu, kebiasaan, terlalu terpengaruh iklan.”

Aku tak percaya, sudah 17 tahun kami berteman. Keluarga kami pun sudah mengenal satu sama lain. Sampai-sampai satu sekolah mengira kami berpacaran, mungkin karena kami terlalu sering menghabiskan waktu bersama.

“Kayaknya si Grace and the gank pada nggak suka banget deh sama kamu Del,” ujar Desi, teman sekelasku.

“Iya ya? Emang mereka curhat sama kamu.”

“Ya ampun Del, polos banget sih kamu. Ya jelas nggak lah, keliatan kali kalau mereka nggak suka sama kamu, soalnya kamu kan deket sama Adit.”

So, apa hubungannya?”

“Aduh please deh Adelia, karena mereka ngefans berat sama Adit. Kamu tahu sendiri kan kalau Adit itu idola cewe-cewe.”

Aku hanya mengangkat bahu.

“Eh, kenapa sih kalian nggak jadian aja?” bisik Desi.

“Ngawur kamu, kita tuh sahabatan dari kecil, nggak mungkinlah pacaran.”

“Loh, justru biasanya karena sahabatan dari kecil itu akhirnya pacaran. Inget ya Del, cewe sama cowo itu nggak bisa benar-benar temenan apalagi selama itu.”

“Tapi kita beda Des, jangan dipukul rata dong kan nggak semuanya seperti itu. Aku nggak mau menodai persahabatan kami, dan aku yakin Adit sepertiku.”

Ini sudah yang kesekian kali Desi seperti itu, tidak hanya dia teman yang lain pun berpendapat yang sama. Aku heran, memangnya tidak bisa mereka berpikir positif? Semua perempuan dan pria yang berteman selalu dituduh berpacaran.

Aduh, aku lupa harus bersiap-siap, malah melamunkan hal yang tidak penting. Janji yang penting malah kulupakan.

                                                                                                ***
“Bunda baik-baik aja kan? Udah baikan sama Ayah?” tanyaku.

Adit hanya menganggukan kepala. Sudah hampir setengah jam dia membisu sambil sesekali menyesap kopi favoritnya. Aku mengira ia akan bercerita tentang orang tuanya, karena beberapa minggu yang lalu sempat ada sedikit pertengkaran antara kedua orang tuanya.

“Udah sore Dit, ayo temenin aku belanja.”

Adit menahanku, aku yang hampir berdiri duduk kembali.

“Nanti kemaleman Dit.”

“Bentar, ada yang aku ingin bicarakan.”

“Daritadi kamu diam saja, yauda cepetan sekarang ngomong, jangan panjang-panjang nanti...” belum kuselesaikan kalimatku, Adit memotongnya dengan sebuah pernyataan yang menjatuhkan semua prasangkaku selama ini.

“Aku mencintaimu!”

Lebaran Terakhir


“Allahu akbar...allahu akbar...laa ilaha ilallahu Allahu akbar...Allahu akbar walillah ilham.”
 
Suara takbir menggema di seluruh penjuru kota Karawang, ada yang bertakbir di masjid, ada juga yang berkeliling menggunakan mobil terbuka sambil membawa peralatan seperti beduk sampai ember pun dibawanya. Rasa haru yang menggetarkan jiwa sampai kedua mata ini tak kuasa menahan air jatuh. Sudah bertahun-tahun aku tidak menikmati malam takbiran sekhidmat ini. Rindu dengan tradisi Negri ini yang ramai takbir di seluruh penjuru daerah dengan caranya masing-masing. Langit dihiasi kembang api, anak-anak ikut berteriak-teriak mengumandangkan takbir, ketupat yang mulai terlihat menggantung di setiap dapur rumah-rumah penduduk. Rindu dengan keluarga itu yang paling utama, akhirnya aku bisa berlebaran bersama mereka, wajah-wajah yang sangat kurindukan selama ini.

Teringat ketika kecil dulu, setiap Ramadan setelah berbuka puasa, aku dan sepupu-sepupuku berlari-lari menuju masjid untuk salat taraweh berjamaah. Ada yang menunaikan salat sampai rakaat terakhir, ada pula yang tidur karena kekenyangan. Bayangkan saja sudah menghabiskan es buah bergelas-gelas, gorengan, kue, kurma, lalu makan nasi, dan inilah hasilnya. Sudah tradisi di keluarga kami apalagi di sepuluh Ramadan terakhir kita berbuka puasa di rumah kakek. Hidangan berbuka puasa yang selalu menggoda. Almarhumah nenek yang pintar memasak dan tak pernah lelah memasak untuk anak-anaknya serta cucu-cucunya.

Setelah taraweh bermain-main sebentar, lalu kami semua pulang ke rumah masing-masing untuk tidur. Setelah sahur, kami berlari-lari kembali menuju masjid untuk salat subuh berjamaah. Sehabis itu kami lari pagi sambil bermain di sepanjang pematang sawah sampai matahari terbit. Aku rindu sekali masa-masa tersebut, sekarang mereka sudah besar dan tidak mungkin kami berlari-lari bersama lagi. 

Sudah bertahun-tahun aku berlebaran di Negri orang, tanpa keluarga, cukup terobati oleh malam takbir ini. Rindu juga melihat mama sibuk menyiapkan seragam lebaran untuk keluarga. Biasanya, dua hari sebelum lebaran mama sibuk membuka-buka majalah fashion hijab dan memaksaku untuk memilih model jilbab mana yang akan kupakai. Akan tetapi ujung-ujungnya aku bangun kesiangan dan memakai jilbab ala kadarnya. 
Sepupuku yang perempuan sibuk menyocokkan jilbab dengan gamis barunya, bibi yang manggut saja ditawari beberapa model oleh mama. Papa yang sibuk mengunyah cemilan dan mketika ditawarkan mama baju yang mana akan dipilih, ia pun asal tunjuk saja, namun pada akhirnya mama pun yang memilihkannya.

Salat isya di penghujung Ramadan kali ini terasa khidmat, mungkin karena suasana yang mendukung untuk membuatku bersujud syukur lebih lama. Bersyukur kepada Allah atas nikmat malam Idul Fitri tahun ini, buah hasil kesabaranku bertahun-tahun menunggu kepulangan ke tanah air. Air mata pun mengiringi sujudku kepada-Nya, rasa haru merebak hingga menuju rongga tenggorokan. 

“De, cepat keluar, pilih mau pakai baju apa besok!” seru mama.

Aku baru teringat bahwa ini akan menjadi lebaran terakhirku dengan suasana seperti ini, karena tahun depan aku sudah mempunyai dua keluarga. Ya sebentar lagi aku akan mempunyai keluarga baru.