Pages

Labels

Kamis, 21 Agustus 2014

Lebaran Terakhir


“Allahu akbar...allahu akbar...laa ilaha ilallahu Allahu akbar...Allahu akbar walillah ilham.”
 
Suara takbir menggema di seluruh penjuru kota Karawang, ada yang bertakbir di masjid, ada juga yang berkeliling menggunakan mobil terbuka sambil membawa peralatan seperti beduk sampai ember pun dibawanya. Rasa haru yang menggetarkan jiwa sampai kedua mata ini tak kuasa menahan air jatuh. Sudah bertahun-tahun aku tidak menikmati malam takbiran sekhidmat ini. Rindu dengan tradisi Negri ini yang ramai takbir di seluruh penjuru daerah dengan caranya masing-masing. Langit dihiasi kembang api, anak-anak ikut berteriak-teriak mengumandangkan takbir, ketupat yang mulai terlihat menggantung di setiap dapur rumah-rumah penduduk. Rindu dengan keluarga itu yang paling utama, akhirnya aku bisa berlebaran bersama mereka, wajah-wajah yang sangat kurindukan selama ini.

Teringat ketika kecil dulu, setiap Ramadan setelah berbuka puasa, aku dan sepupu-sepupuku berlari-lari menuju masjid untuk salat taraweh berjamaah. Ada yang menunaikan salat sampai rakaat terakhir, ada pula yang tidur karena kekenyangan. Bayangkan saja sudah menghabiskan es buah bergelas-gelas, gorengan, kue, kurma, lalu makan nasi, dan inilah hasilnya. Sudah tradisi di keluarga kami apalagi di sepuluh Ramadan terakhir kita berbuka puasa di rumah kakek. Hidangan berbuka puasa yang selalu menggoda. Almarhumah nenek yang pintar memasak dan tak pernah lelah memasak untuk anak-anaknya serta cucu-cucunya.

Setelah taraweh bermain-main sebentar, lalu kami semua pulang ke rumah masing-masing untuk tidur. Setelah sahur, kami berlari-lari kembali menuju masjid untuk salat subuh berjamaah. Sehabis itu kami lari pagi sambil bermain di sepanjang pematang sawah sampai matahari terbit. Aku rindu sekali masa-masa tersebut, sekarang mereka sudah besar dan tidak mungkin kami berlari-lari bersama lagi. 

Sudah bertahun-tahun aku berlebaran di Negri orang, tanpa keluarga, cukup terobati oleh malam takbir ini. Rindu juga melihat mama sibuk menyiapkan seragam lebaran untuk keluarga. Biasanya, dua hari sebelum lebaran mama sibuk membuka-buka majalah fashion hijab dan memaksaku untuk memilih model jilbab mana yang akan kupakai. Akan tetapi ujung-ujungnya aku bangun kesiangan dan memakai jilbab ala kadarnya. 
Sepupuku yang perempuan sibuk menyocokkan jilbab dengan gamis barunya, bibi yang manggut saja ditawari beberapa model oleh mama. Papa yang sibuk mengunyah cemilan dan mketika ditawarkan mama baju yang mana akan dipilih, ia pun asal tunjuk saja, namun pada akhirnya mama pun yang memilihkannya.

Salat isya di penghujung Ramadan kali ini terasa khidmat, mungkin karena suasana yang mendukung untuk membuatku bersujud syukur lebih lama. Bersyukur kepada Allah atas nikmat malam Idul Fitri tahun ini, buah hasil kesabaranku bertahun-tahun menunggu kepulangan ke tanah air. Air mata pun mengiringi sujudku kepada-Nya, rasa haru merebak hingga menuju rongga tenggorokan. 

“De, cepat keluar, pilih mau pakai baju apa besok!” seru mama.

Aku baru teringat bahwa ini akan menjadi lebaran terakhirku dengan suasana seperti ini, karena tahun depan aku sudah mempunyai dua keluarga. Ya sebentar lagi aku akan mempunyai keluarga baru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar