“Allahu akbar...allahu akbar...laa ilaha ilallahu Allahu akbar...Allahu akbar walillah ilham.”
Suara takbir
menggema di seluruh penjuru kota Karawang, ada yang bertakbir di masjid, ada
juga yang berkeliling menggunakan mobil terbuka sambil membawa peralatan
seperti beduk sampai ember pun dibawanya. Rasa haru yang menggetarkan jiwa
sampai kedua mata ini tak kuasa menahan air jatuh. Sudah bertahun-tahun aku
tidak menikmati malam takbiran sekhidmat ini. Rindu dengan tradisi Negri ini
yang ramai takbir di seluruh penjuru daerah dengan caranya masing-masing.
Langit dihiasi kembang api, anak-anak ikut berteriak-teriak mengumandangkan
takbir, ketupat yang mulai terlihat menggantung di setiap dapur rumah-rumah
penduduk. Rindu dengan keluarga itu yang paling utama, akhirnya aku bisa
berlebaran bersama mereka, wajah-wajah yang sangat kurindukan selama ini.
Teringat
ketika kecil dulu, setiap Ramadan setelah berbuka puasa, aku dan
sepupu-sepupuku berlari-lari menuju masjid untuk salat taraweh berjamaah. Ada
yang menunaikan salat sampai rakaat terakhir, ada pula yang tidur karena
kekenyangan. Bayangkan saja sudah menghabiskan es buah bergelas-gelas,
gorengan, kue, kurma, lalu makan nasi, dan inilah hasilnya. Sudah tradisi di
keluarga kami apalagi di sepuluh Ramadan terakhir kita berbuka puasa di rumah
kakek. Hidangan berbuka puasa yang selalu menggoda. Almarhumah nenek yang
pintar memasak dan tak pernah lelah memasak untuk anak-anaknya serta
cucu-cucunya.
Setelah
taraweh bermain-main sebentar, lalu kami semua pulang ke rumah masing-masing
untuk tidur. Setelah sahur, kami berlari-lari kembali menuju masjid untuk salat
subuh berjamaah. Sehabis itu kami lari pagi sambil bermain di sepanjang
pematang sawah sampai matahari terbit. Aku rindu sekali masa-masa tersebut,
sekarang mereka sudah besar dan tidak mungkin kami berlari-lari bersama lagi.
Sudah
bertahun-tahun aku berlebaran di Negri orang, tanpa keluarga, cukup terobati
oleh malam takbir ini. Rindu juga melihat mama sibuk menyiapkan seragam lebaran
untuk keluarga. Biasanya, dua hari sebelum lebaran mama sibuk membuka-buka
majalah fashion hijab dan memaksaku untuk memilih model jilbab mana yang akan
kupakai. Akan tetapi ujung-ujungnya aku bangun kesiangan dan memakai jilbab ala
kadarnya.
Sepupuku
yang perempuan sibuk menyocokkan jilbab dengan gamis barunya, bibi yang manggut
saja ditawari beberapa model oleh mama. Papa yang sibuk mengunyah cemilan dan
mketika ditawarkan mama baju yang mana akan dipilih, ia pun asal tunjuk saja,
namun pada akhirnya mama pun yang memilihkannya.
Salat isya
di penghujung Ramadan kali ini terasa khidmat, mungkin karena suasana yang
mendukung untuk membuatku bersujud syukur lebih lama. Bersyukur kepada Allah
atas nikmat malam Idul Fitri tahun ini, buah hasil kesabaranku bertahun-tahun
menunggu kepulangan ke tanah air. Air mata pun mengiringi sujudku kepada-Nya,
rasa haru merebak hingga menuju rongga tenggorokan.
“De, cepat
keluar, pilih mau pakai baju apa besok!” seru mama.
Aku baru
teringat bahwa ini akan menjadi lebaran terakhirku dengan suasana seperti ini,
karena tahun depan aku sudah mempunyai dua keluarga. Ya sebentar lagi aku akan
mempunyai keluarga baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar