“Cepat selesaikan pekerjaanmu, dipenjara sama ratu baru tahu rasa kamu,” ujar Lena.
“Berisik kau! Aku malas bekerja keras buat si ratu tamak,” jawabku sinis.
“Hati-hati kau
berbicara Bella!”
Kulemparkan baju putih
bersih setengah jadi ke atas bangku kayu. Segera kuambil kembali, karena baju
tersebut terbuat dari kain sutra yang sangat sensitif dengan benda kasar.
Ujung-ujungnya hanya kupelototi saja baju yang hampir jadi di hadapanku. Baru
kali ini aku membuat baju sutra lebih dari sehari, bahkan sudah hampir seminggu
pesanan ratu kuanggurkan. Aku benar-benar tak sudi bekerja keras demi ratu
tamak itu.
Padahal aku terkenal
sebagai pembuat baju sutra terbagus di kalangan peri-peri hutan. Maka tak
jarang aku sering mendapat pesanan dari ratu kerajaan peri. Selain bagus
kualitasnya, pesanan juga cepat jadi, hanya butuh sehari aku menyelesaikan satu
baju. Bahkan pernah aku membuat 100 baju sutra dalam sebulan untuk pesta ulang
tahun ratu dan semua selesai dengan kedua tanganku.
Mulai aku berumur 14
tahun, aku sudah mahir menenun kain-kain sutra, lalu dijadikan sehelai baju
yang indahnya bukan main. Aku belajar dari ibuku, karena beliau sudah tua, maka
aku yang meneruskan pekerjaannya dan ternyata aku menuruni kepandaiannya dalam
hal ini.
Akhir-akhir ini
kerjaku payah sekali, sudah hampir seminggu satu baju pun tidak ada yang
kuselesaikan. Semua peri hutan pembuat baju sutra terheran-heran, termasuk
sahabatku, Lena. Ada yang menyangkaku sakit, atau terkena flu yang virusnya
berasal dari ulat sutra. Semua dugaan salah. Aku normal, malas pun tidak
sebenarnya, aku hanya tak sudi bekerja dengan seseorang yang kubenci.
Semenjak kematian Ratu
Venice, kedudukan Ratu peri hutan digantikan oleh sosok yang sangat tamak dan
kejam, yaitu Ratu Elly. Dia selalu menjejali rakyatnya dengan pekerjaan berat.
Bayangkan, dalam seminggu setiap peri pembuat baju disuruh membuat 30 baju
sutra. Ulat-ulat sutra sampai pucat karena kelelahan memproduksi sutra.
Kerjaannya menimbun harta, termasuk baju-baju sutra yang dibuat oleh peri-peri
hutan. Jika tidak menyetor 30 baju sutra, peri tersebut akan diancam masuk
penjara atau diambil secara paksa semua hartanya, kejam!
Dulu, setiap Ratu
Venice memintaku membuat baju sutra, setelahnya pasti aku diberikan hadiah
sebagai tanda terima kasih. Dia sangat menghargai jerih payah rakyatnya, maka
tak jarang banyak peri-peri hutan yang menawarkan dirinya dibuatkan baju sutra.
Namun, beberapa minggu lalu, ada seseorang menyusup kerajaan, lalu membunuh
Ratu Venice. Ada yang menduga bahwa yang membunuh adalah suruhan Ratu Elly.
Sekarang aku harus
bekerja dengan pembunuh ratu kesayanganku, si tamak nan kejam. Makanya, dengan
sengaja aku mengulur-ulur pekerjaanku, berbagai nasihat kudapatkan. Aku sudah
tahu resiko yang kudapatkan, dipenjara kah? Atau semua harta keluargaku
dirampas? Atau yang lebih kejam, dipotong kedua tanganku? Aku bergidik.
“Bu, aku ingin jadi
kumbang saja, lalu menjadi prajurit kerajaan, pada malam hari kuculik Ratu Elly
dan kubuang ke Negri seberang,” ujarku penuh emosi.
“Bella, tidak boleh
seperti itu. Kita sama-sama tahu bahwa Ratu Elly sering berbuat semena-mena
kepada rakyatnya, tetapi bukan lantas dibalas dengan keburukan juga,” nasehat
Ibu.
“Terus dengan apa?”
“Dengan kebaikan yang
membuatnya jera untuk berbuat kejahatan”.
Semalaman aku berpikir
keras apa yang dikatakan ibu tadi siang. Kira-kira apa ya kebaikan yang membuat
si pelaku jera? Berhari-hari aku berpikir kata-kata ibu itu. Sudah hampir dua
minggu pekerjaan kuanggurkan, demi menyelesaikan teka-teki perkataan ibu.
Akhirnya aku
mendapatkan ide untuk membuatnya jera, bukan dengan kebaikan tetapi dengan
mengelabuinya. Kubuat satu baju terbuat dari kain biasa bukan sutra. Lalu
keesokan harinya aku pergi menghadap Ratu Elly.
“Mana baju buatanmu?
Sudah hampir dua minggu kamu tidak memberi baju sutra,” perintah Ratu Elly.
“Ini bajunya ratu,”
jawabku sambil menyerahkan baju sederhana ke hadapannya.
“Baju apa ini? Jelek
sekali, hanya satu pula, kamu mau main-main denganku?”
“Tenang dulu ratu, ini
baju terbuat dari benang yang lebih indah dari sutra. Dua minggu lalu aku
menemukan ulat yang menghasilkan benang yang super indah ini. Benangnya sangat
tipis dan mudah rusak, harus ekstra hati-hati menenunnya, maka dari itu
menghabiskan waktu yang lama”.
“Tetapi mengapa kain
ini begitu kusam?”
“Baju ini akan
terlihat indah hanya dengan orang yang suci hatinya, dipenuhi oleh kebaikan,
begitu yang dikatakan ulat penghasil benang ini. Sengaja kubawakan satu untuk
ratu sebagai contoh”.
Ratu Elly terdiam
mendengar penjelasanku.
“Coba buktikan
perkataanmu tadi”.
Dipanggilkan seluruh
pelayan kerajaan, termasuk prajurit-prajurit. Semua memuji baju yang kubuat.
Mereka memang sudah bersekongkol denganku. Kebetulan aku mempunyai teman yang
bekerja di istana dan ternyata semua penghuni istana membenci Ratu Elly. Ratu
Elly pun semakin penasaran, lalu dia berkata, “Baiklah, baju ini akan kusimpan.
Mungkin hari ini aku sedang tidak enak badan jadi penglihatanku sedikit
mengabur”. Dia berkilah.
Setelah itu Ratu Elly
rutin memesan baju tersebut kepadaku. Semakin hari, dia berubah menjadi lebih
bersahaja, karena aku bilang kepadanya bahwa semakin kita berbuat kebaikan maka
baju ini akan terlihat semakin indah. Dalam sebulan Ratu Elly menjelma seperti
Ratu Venice yang baik hati. Maka dari itu setelah ini aku berniat akan
membuatkan baju sutra asli yang indah untuknya sebagai bukti perkataanku dan
penghargaan dariku untuk kebaikannya.
Sebenarnya caraku
membuat jera salah, yaitu dengan mengelabuinya. Itu semua dikarenakan sampai
saat ini aku belum memecahkan teka-teki perkataan ibu. Apakah kebaikan yang
membuat jera pelaku kejahatan?