Pages

Labels

Minggu, 10 Februari 2013

Baju vs Mama

Tadi siang, aku baru saja video call bersama orang tua. Lagi-lagi mama memperlihatkan baju yang baru dibelinya untukku, baju yang lagi nge-trend saat ini, yaitu batik kalong. Mama sudah tahu apa yang bakal terjadi, tentunya aku tidak akan memakai baju feminim itu. Bayangkan saja, wanita serabutan sepertiku harus memakai baju rumbai-rumbai seperti itu. "Nggak pede ma, makenya," ujarku, "Ya harus pede atuh, bagus itu kalau ade yang make". Speechless.

Akhir-akhir ini mama lebih dan extra membelikanku baju-baju, yang jelas baju yang lagi update. Gara-gara mama senang anaknya yang acak kadul ini sudah mau dandan dan berpakaian rapi. Memang dari dulu mama rajin membelikan pakaian untuk anak-anaknya, tapi kali ini lebih dari biasanya. Pasti jika ada orang yang dapat jatah membawakan barang titipan dari mama untukku, isinya satu tas kembung berisi baju.

Dulu, setiap dua hari sebelum lebaran mama selalu membuka-buka majalah fashion muslimah untuk kostum yang akan dipakai ketika sholat ied nanti. Pasti mama menanyakanku, "Mau dimodelin apa jilbabnya?", dan aku asal menunjuk ke salah satu model jilbab. Masalah baju? jangan salah, mama sudah membelikannya sebulan sebelum puasa, Dahsyat! Pada akhirnya, aku bangun kesiangan, karena terburu-buru model jilbab tidak berfashion. Parahnya, setelah bersalam-salaman selesai sholat ied, aku langsung mengganti baju baru dengan jeans belel dan kaos oblong. Lalu pesan bakso langganan dekat rumah nenek, kabur ke rumah bibi dan nongkrong di depan televisi menonton kartun favorit. Mama murka dan menyeretku untuk mengganti pakaian.

Setiap aku ingin pergi dengan teman-temanku, pasti aku harus bolak-balik mengganti pakaian. Sebelumnya aku memakai jilbab langsungan, kaos bersablon, dan celana jeans tak bermodel, plus sendal jepit kesayangan warna kuning nge-jreng. Aku mengira mama tidak melihatku, ternyata aku salah, "Ganti baju yang cakepan, masa nanti temen-temennya pada cakep, ade pake kaos begituan".

Juga ketika membereskan baju-baju di koper untuk balik ke pesantren, pasti diseleksi oleh mama. Baju-baju yang tidak boleh dibawa, ketika mama sedang tidak di rumah aku masukkan kembali ke koper. Lalu keesokkan harinya mama mengeluarkannya lagi. Akhirnya aku memohon untuk dibawa satu baju yang tidak lolos seleksi dan mama membolehkannya. Pada hari H keberangkatan, aku memasukkan lagi baju-baju yang dikeluarkan tanpa sepengetahuan mama. Ritual ini terjadi sampai aku berangkat ke Mesir.

Alhamdulillah sekarang aku sudah bisa berpakaian rapi, ya mungkin rapi untuk standar saya. Ada yang pernah menasehatiku, "Berpakaian rapi itu penting, menunjukkan kedewasaan kita, dan tentunya mencontohkan muslimah yang baik, nanti kalau tidak rapi orang-orang jadi enggan memakai jilbab dan menjadi muslimah". Akan tetapi bukan berarti aku mahu memakai baju kalong tersebut, hehe.