Pages

Labels

Minggu, 13 Januari 2013

Kisah Petualang si Bocah Pena




Jika diingat, kapan aku mulai menyukai menulis cerita, tepatnya semenjak ibuku membelikan majalah BOBO untuk diriku sewaktu masih sekolah dasar  dulu. Aku mulai menyukai membaca majalah anak-anak, komik, mulai dari aku baru bisa membaca. Dulu waktu semasih di TK (Taman Kanak-kanak) setiap ingin pergi terapi penyakit asmaku, aku selalu dijanjikan akan dibelikan komik di tempat jualan buku-buku loakan di Pasar Senen dekat rumah sakit Sumber Waras tempat aku terapi. Setiap pergi ke rumah saudara menggunakan kereta api, ataupun bus, aku pasti merengek minta dibelikan majalah anak-anak.
 
Aku paling senang rubrik di majalah BOBO, cerpen dan dongeng, apalagi ada cerita misteri, aku paling suka. Dari dulu aku sering ingin mengirim cerpen untuk majalah BOBO, tetapi karena kantor pos jauh dari rumahku dan ayah sibuk mengajar, jadinya cerpen-cerpenku ditumpuk di kamar. Ketika kelas 5 SD pada pelajaran Bahasa Indonesia diadakan lomba menulis drama di kelas, aku dapat juara lima, dan buat lima pemenang dramanya akan dimainkan di depan kelas. Aku menulis drama judulnya “Gadis si Penjual Korek Api”, akhirnya aku memilih pemainnya dari teman-teman kelasku sendiri. Drama tersebut, aku adaptasi dari dongengku yang sudah kutulis lama sebelum itu.

Karena ayahku baru membeli komputer dan printer untuk menulis tesisnya, aku berinisiatif untuk mengetikkan semua cerpen yang kusimpan, lalu aku print dan dibagi-bagikan ke teman sekelas. Jika mereka selesai membaca, kertas-kertasnya dikembalikan lagi kepadaku. Jadinya aku selalu membawa map isinya print-an cerpen-cerpenku. Sampai kelas-kelas yang lain turut membaca dan selalu menanyakan ada cerita terbaru atau tidak.

Ketika kelas 6 SD, aku terkadang menyumbangkan cerpenku di majalah dinding di gedung kelas 6. Jadi setiap gedung mempunyai majalah dinding masing-masing, ada yang terurus dan ada yang tidak, nah mading punya kelas 6 lumayan banyak yang antusias untuk menulis. Di kelas 6 ini aku kedapatan teman sebangku yang kebetulan temanku semenjak kelas 3 SD, kami berdua mempunyai hobi yang sama, suka mengkhayal dan nonton kartun.

Aku dan temanku mempunyai dua buku tulis wajib, yang satu untuk menulis cerita dan satunya lagi untuk menggambar tokoh kartun yang terbaru atau yang sudah lama. Jika selesai menggambar kami saling memamerkan, apalagi kalau salah satu dari kami belum bisa menaklukan untuk menggambar tokoh kartun terbaru, pasti yang sudah bisa akan bersorai-sorai penuh kemenangan. Kalau untuk menulis cerita, jika sudah selesai kami akan bertukar dan memberikan pendapat masing-masing.

Sampai aku masuk pesantren, aku masih mempunyai buku tulis wajib, tetapi untuk menulis cerita saja, karena di pesantren jarang menonton kartun jadinya tidak pernah menggambar lagi. Jika lagi malas mendengarkan pelajaran, aku selalu menulis cerita, bahkan pernah aku menulis satu buku tulis penuh seperti menulis novel menggunakan tulisan tangan. Setiap selesai membuat satu bab cerita, teman-temanku membaca, lalu memintaku melanjutkan ceritanya. 

Pernah suatu ketika teman sekelasku mencoba-coba menulis cerita sepertiku, jadinya dia sering melihatkan ceritanya kepadaku. Aku pernah bercerita kepadanya tentang ide cerita yang ingin kutulis, belum selesai aku menulis, dia menulis cerita sama persis dengan yang ku omongkan kepadanya. Orang-orang banyak yang tertarik, karena aku kesal akhirnya aku tak pernah lagi menulis cerita. Jadinya, temanku yang populer menulis cerita pada saat itu.

Ketika aku kelas 4 di pondok, aku jadi pengurus majalah dinding, disitulah aku mulai berkarya kembali. Sampai kelas 5 aku masih menjadi pengurus mading, baik di pramuka atau OSWAH (Organisasi Santriwati Al-Mawaddah). Pada awal kelas 5 ada tes masuk buletin punya santriwati. Aku sudah menyiapkan cerita untuk kutuliskan ketika tes nanti, tetapi aku tidak diterima, yang diterima kebanyakan yang dekat dengan kakak kelas. Begitulah sistematis di pesantren, menjadi cantik atau mengandalkan supel dan dekat dengan kakak kelas, pasti bakal dipilih dimana-mana. Sampai ketika aku kelas 6 di pesantren, hanya segelintir orang yang dipanggil khusus untuk di tes masuk buletin, hanya orang-orang yang dikenal dengan krunya saja.

Setelah lulus dari pesantren, lama sekali aku tidak menulis sampai akhirnya aku masuk buletin La Tansa milik IKPM, aku baru menawarkan diri untuk menulis cerpen. Setelah itu aku masuk ke buletin Informatika. Dari sana aku mengembangkan dunia tulis-menulisku, hingga kini. Semoga kelak aku bisa menjadi penulis hebat seperti Asma Nadia, Helvy Tiana Rosa, dan sebagainya. Selamat menulis!

1 komentar:

  1. Selalu semangat menulis, tulisan km bagus mudah di pahamin. Moga bisa jd penulis handal sekelas asma nadia, biar karyanya bs menginspirasi dan menghibur semua pembaca

    BalasHapus