Jika diingat, kapan aku mulai menyukai menulis cerita, tepatnya semenjak ibuku membelikan majalah BOBO untuk diriku sewaktu masih sekolah dasar dulu. Aku mulai menyukai membaca majalah anak-anak, komik, mulai dari aku baru bisa membaca. Dulu waktu semasih di TK (Taman Kanak-kanak) setiap ingin pergi terapi penyakit asmaku, aku selalu dijanjikan akan dibelikan komik di tempat jualan buku-buku loakan di Pasar Senen dekat rumah sakit Sumber Waras tempat aku terapi. Setiap pergi ke rumah saudara menggunakan kereta api, ataupun bus, aku pasti merengek minta dibelikan majalah anak-anak.
Aku paling senang
rubrik di majalah BOBO, cerpen dan dongeng, apalagi ada cerita misteri, aku
paling suka. Dari dulu aku sering ingin mengirim cerpen untuk majalah BOBO,
tetapi karena kantor pos jauh dari rumahku dan ayah sibuk mengajar, jadinya cerpen-cerpenku
ditumpuk di kamar. Ketika kelas 5 SD pada pelajaran Bahasa Indonesia diadakan
lomba menulis drama di kelas, aku dapat juara lima, dan buat lima pemenang
dramanya akan dimainkan di depan kelas. Aku menulis drama judulnya “Gadis si Penjual
Korek Api”, akhirnya aku memilih pemainnya dari teman-teman kelasku sendiri.
Drama tersebut, aku adaptasi dari dongengku yang sudah kutulis lama sebelum itu.
Karena ayahku baru
membeli komputer dan printer untuk menulis tesisnya, aku berinisiatif untuk
mengetikkan semua cerpen yang kusimpan, lalu aku print dan dibagi-bagikan ke
teman sekelas. Jika mereka selesai membaca, kertas-kertasnya dikembalikan lagi
kepadaku. Jadinya aku selalu membawa map isinya print-an cerpen-cerpenku.
Sampai kelas-kelas yang lain turut membaca dan selalu menanyakan ada cerita
terbaru atau tidak.
Ketika kelas 6 SD, aku
terkadang menyumbangkan cerpenku di majalah dinding di gedung kelas 6. Jadi
setiap gedung mempunyai majalah dinding masing-masing, ada yang terurus dan ada
yang tidak, nah mading punya kelas 6 lumayan banyak yang antusias untuk
menulis. Di kelas 6 ini aku kedapatan teman sebangku yang kebetulan temanku
semenjak kelas 3 SD, kami berdua mempunyai hobi yang sama, suka mengkhayal dan
nonton kartun.
Aku dan temanku
mempunyai dua buku tulis wajib, yang satu untuk menulis cerita dan satunya lagi
untuk menggambar tokoh kartun yang terbaru atau yang sudah lama. Jika selesai
menggambar kami saling memamerkan, apalagi kalau salah satu dari kami belum
bisa menaklukan untuk menggambar tokoh kartun terbaru, pasti yang sudah bisa
akan bersorai-sorai penuh kemenangan. Kalau untuk menulis cerita, jika sudah
selesai kami akan bertukar dan memberikan pendapat masing-masing.
Sampai aku masuk
pesantren, aku masih mempunyai buku tulis wajib, tetapi untuk menulis cerita
saja, karena di pesantren jarang menonton kartun jadinya tidak pernah
menggambar lagi. Jika lagi malas mendengarkan pelajaran, aku selalu menulis
cerita, bahkan pernah aku menulis satu buku tulis penuh seperti menulis novel
menggunakan tulisan tangan. Setiap selesai membuat satu bab cerita,
teman-temanku membaca, lalu memintaku melanjutkan ceritanya.
Pernah suatu ketika
teman sekelasku mencoba-coba menulis cerita sepertiku, jadinya dia sering
melihatkan ceritanya kepadaku. Aku pernah bercerita kepadanya tentang ide
cerita yang ingin kutulis, belum selesai aku menulis, dia menulis cerita sama
persis dengan yang ku omongkan kepadanya. Orang-orang banyak yang tertarik,
karena aku kesal akhirnya aku tak pernah lagi menulis cerita. Jadinya, temanku
yang populer menulis cerita pada saat itu.
Ketika aku kelas 4 di
pondok, aku jadi pengurus majalah dinding, disitulah aku mulai berkarya kembali.
Sampai kelas 5 aku masih menjadi pengurus mading, baik di pramuka atau OSWAH
(Organisasi Santriwati Al-Mawaddah). Pada awal kelas 5 ada tes masuk buletin
punya santriwati. Aku sudah menyiapkan cerita untuk kutuliskan ketika tes
nanti, tetapi aku tidak diterima, yang diterima kebanyakan yang dekat dengan
kakak kelas. Begitulah sistematis di pesantren, menjadi cantik atau
mengandalkan supel dan dekat dengan kakak kelas, pasti bakal dipilih
dimana-mana. Sampai ketika aku kelas 6 di pesantren, hanya segelintir orang
yang dipanggil khusus untuk di tes masuk buletin, hanya orang-orang yang
dikenal dengan krunya saja.
Setelah lulus dari
pesantren, lama sekali aku tidak menulis sampai akhirnya aku masuk buletin La
Tansa milik IKPM, aku baru menawarkan diri untuk menulis cerpen. Setelah itu
aku masuk ke buletin Informatika. Dari sana aku mengembangkan dunia tulis-menulisku,
hingga kini. Semoga kelak aku bisa menjadi penulis hebat seperti Asma Nadia,
Helvy Tiana Rosa, dan sebagainya. Selamat menulis!
Selalu semangat menulis, tulisan km bagus mudah di pahamin. Moga bisa jd penulis handal sekelas asma nadia, biar karyanya bs menginspirasi dan menghibur semua pembaca
BalasHapus