Membaca judulnya pasti setiap orang terheran-heran. Semahal
apa sih? Lebih tepatnya, apa objek wisatanya sehingga bisa dibilang
termahal? Sebenarnya kriteria mahal di sini hanya untuk mahasiswa biasa saja
seperti saya, untuk jalan-jalan saja harus menunggu duit beasiswa turun. Luxor
dan Aswan adalah tujuannya. Mahal karena memang banyak objek wisata yang
dikunjungi, seperti kuil-kuil pada masa Mesir Kuno yang tidak akan kita temukan
di Kairo. Menurutku lebih menakjubkan daripada Pyramid yang konon termasuk
tujuh keajaiban dunia.
Sebenarnya Menteri Pariwisata Mesir telah menyediakan
fasilitas untuk para warga asing yang ingin mengunjungi objek-objek wisata yang
ada di negara ini dengan harga terjangkau. Fasilitasnya pun sangat memuaskan,
seperti hotel bintang lima, bis pariwisata full AC ditambah makanan-makanan
yang mengenyangkan perut. Salah satunya mengunjungi Luxor dan Aswan. Namun
keadaan Mesir paska pengkudetaan presiden menyebabkan keadaan negara tersebut
tidak stabil. Akhirnya tidak adakan tour menuju Luxor dan Aswan.
Aku dan teman-temanku kebingungan, ada dua pilihan, antara backpacker
atau memakai travel. Backpacker memang harganya lebih terjangkau,
tetapi resikonya penginapan dan makanan seadanya. Harus bisa melobi para
penjaga tiket di setiap objek wisata supaya mendapatkan harga pelajar bukan
turis. Beda dengan travel, semua fasilitas memadai, kita cuma duduk manis
menunggu perintah. Hanya saja harganya lumayan mahal, bahkan lebih mahal
ketimbang tour yang diadakan Menteri Pariwisata.
Setelah ditimbang-timbang, kami memilih untuk memakai
travel. Susah memang jika tidak mempunyai seseorang yang kita kenal di sana,
apalagi jika kita tidak mengetahui harga-harga yang terjangkau, bisa jadi malah
lebih mahal. Kami melakukan searching di internet, akhirnya mendapatkan
travel yang murah meriah. Travel tersebut mengadakan tour Aswan-Luxor-Hurghada,
dengan harga 700 le belum termasuk tiket masuk kuil-kuil. Sedangkan jumlah
harga semua tiket 230 le, jadi total 930 le. Jika 1 le sama dengan 2000 rupiah,
berarti sekitar 1.860.000. Itu belum termasuk uang saku, jika uang saku yang dibawa 300 le, ya bisa dua juta lebih.
Untuk ukuran mahasiswa pas-pasan seperti saya itu sudah termasuk mahal
sekali.
Dengan modal menyisihkan uang beasiswa 4 bulan
berturut-turut, kami pun bisa berangkat menuju Luxor-Aswan-Hurghada. Hari
pertama kami menuju Kota Aswan. Kota ini masih asri sekali, sungai nilnya
sangatlah jernih dibandingkan yang ada di Kairo. Objek wisata pertama adalah Philae
Temple. Untuk menuju ke sana harus mengendarai perahu menyelusuri Sungai
Nil. Air Sungai Nil sangatlah jernih, terdapat bebatuan besar, rawa-rawa, burung-burung
berterbangan, semuanya sangatlah indah. Sekali lagi, sangat-sangat berbeda
dengan Sungai Nil di Kairo, karena yang didapatkan di sana bukanlah pemandangan
yang alami, seperti hotel, restauran di atas kapal besar.
Philae adalah pulau di Sungai Nil yang menjadi situs
kompleks kuil Mesir selatan. Kompleks ini dibongkar dan dipindah ke pulau
sekitar dalam proyek UNESCO karena terancam tenggelam oleh pembangunan
Bendungan Aswan. Konon setelah pembangunan Bendungan Aswan dan air pun sudah
surut, banyak ditemukan kuil-kuil Mesir Kuno. Jika diperhatikan di setiap
bebatuan yang ada di sekitar Sungai Nil ada terdapat garis hitam bekas air yang
menenggelamkan sebagian bagunan-bangunan. Kuil tersebut dibangun pada saat
Mesir dipegang oleh Yunani Pada masa Ptolemeus. Setelah lima belas menit
menyusuri Sungai Nil, tibalah kami di pulau yang sangat indah. Memasuki pulau
langsung terhampar pemandangan Mesir Kuno, seperti terseret oleh mesin waktu.
Pemandangan pertama terdapat pilar-pilar yang berdiri dengan
kokohnya, hampir tidak ada kerapuhan di sana. Setelah melewati pilar-pilar,
kami memasuki gerbang yang sangat besar dan tinggi dipenuhi oleh ukiran lukisan
dewa-dewa Mesir Kuno. Di dalamnya pun terdapat pilar-pilar besar dan tinggi,
masuk ke dalam terdapat ruangan dan batu ukiran tingginya kurang lebih 120 cm.
Tempat tersebut adalah tempat tuhan yang mana ia bisa melihat semua yang ada di
luar dan tidak ada yang bisa melihat tuhan di dalamnya.
Philae disebut dengan kuil cinta. Ketika itu Dewa Mesir kuno
bernama Osiris adalah Dewa Tanaman.
Osiris adalah putra sulung dari dewa bumi Geb dan dewi langit Nut. Lalu menikah
dengan salah satu saudarinya bernama Isis, kemudian Dewa Seth pun menyimpan
kedengkian terhadap Osiris. Dewa Seth menipu Osiris untuk masuk ke dalam sebuah
peti kayu. Setelah Osiris masuk, Seth mengunci peti itu dan melemparkannya ke
sungai Nil untuk menyingkirkan Osiris. Isis berusaha mencari peti itu, dan pada
akhirnya berhasil mengeluarkan tubuh Osiris dari dalamnya, yang hendak ia
makamkan. Akan tetapi Seth merebut tubuh Osiris dan mencabik-cabiknya lalu
menyebarkan semua potongan tubuh itu ke seluruh Mesir. Isis berkelana untuk
menemukan semua potongan tubuh Osiris.
Satu potongan tubuh Osiris yang belum ditemukan, Isis masih
berusaha mencari potongan tubuh suaminya. Sampailah di Kuil Philae ini,
akhirnya Isis pun menemukan potongan hati Osiris di sini. Setelah terkumpul
semua, Osiris hidup kembali dan mempunyai anak bernama Horus.
Setelah mengelilingi Kuil Philae, kami pulang mengendarai
perahu dan menaiki bus untuk menuju Botanical Garden. Kami pun kembali
mengendarai perahu untuk menuju ke sana. Sebenarnya tidak ada yang menarik di Botanical
Garden, karena banyak tumbuhan yang tumbuh di Indonesia. Hanya saja tanaman
terebut tidak ada di Mesir.
Kembali mengendarai perahu menuju Nubian Village,
yaitu desa suku asli penduduk Aswan. Kulit mereka berbeda dengan penduduk di
Kairo yang putih dan wajah dominan Arab-Eropa. Sedangkan Suku Nubi berkulit
hitam, seperti penduduk Negara Sudan dan negara Afrika Tengah lainnya. Di sana
kami melihat kegiatan-kegiatan Suku Nubi seperti menenun, membuat kerajinan
dari pelepah kurma dan sebagainya. Terdapat banyak buaya diawetkan yang
dipajang di setiap dinding depan rumah. Konon dulu mereka menyembah buaya.
Menjelang maghrib kami semua pulang menuju hotel penginapan,
istirahat untuk persiapan energi menuju Abu Simbel keesokan harinya. Berangkat
dari hotel pukul tiga pagi, karena untuk menuju ke sana harus mengikuti konvoi
dengan kendaraan lainnya, jadinya setiap
kendaraan akan dimasuki satu polisi. Mungkin karena Abu Simbel terletak di
tengah-tengah gurun pasir, takut terjadi perampokan oleh suku-suku Baduy.
Abu Simbel adalah objek wisata yang paling jauh, butuh 5 jam
perjalanan dan hanya satu itu saja, maka dari itu dibutuhkan sehari hanya untuk
mengunjunginya. Abu Simbel memang bangunan paling spektakuler dari yang lainnya
dan tiketnya pasti lebih mahal. Abu simbel adalah kuil yang dipahat dari tebing
batu pasir saat Firaun Ramses II masih berkuasa pada sekitar tahun 1250 SM
sebagai tempat terakhir untuknya dan Istrinya, Nefertari. Struktur dari kuil
ini dibuat sedemikan rupa sehingga cahaya dari matahari terbit dapat menerangi
patung dari 3 dewa dan Firaun Ramses II di bagian pusat dan terdalam kuil.
Di bagian luar kuil terdapat empat patung yang sama seperti
di bagian dalam. Pertama adalah Dewa Ra yang merupakan dewa matahari, maka dari
itu terdapat simbol matahari di atas kepalanya. Kedua Dewa Amun, ketiga Dewa
Ptah dan yang terakhir Ramses II. Di kaki setiap patung terdapat patung-patung
kecil yang merupakan istri-istri dan anak-anak mereka.
Seperti halnya Kuil Philae, Abu Simbel juga terancam
tenggelam akibat pembangunan Bendungan Aswan. Akhirnya Kuil Abu Simbel dipotong
dan diceraikan sebelum dipindahkan di tanah tinggi gurun 64 meter. Di
sebelahnya terdapatkan Kuil kecil yang disebut dengan Kuil Nefertari merupakan
persembahan Ramses II untuk istrinya Nefertari. Di dalam kedua bangunan kuil
semua pengunjung tidak diperbolehkan mengambil gambar.
Setelah salat ashar kami bergerak meninggalkan Abu Simbel
menuju Luxor. Kota Luxor dalam Bahasa Arab Aqsor yang artinya kumpulan
istana raja-raja. Dulu pada zaman Mesir kuno, Kota Luxor atau dulu disebut Kota
Thebes adalah pusat peradaban Mesir. Sekarang dipindahkan ke Kota Kairo.
Pertama-tama kami mengunjungi Kuil Karnak.
Kuil Karnak adalah kuil terbesar pada masa Mesir kuno. Kuil ini menjadi tempat peribadatan oleh para
penganut Agama Pagan pada zaman Mesir
kuno. Ketika memasuki Kuil Karnak kita akan merasa seperti kurcaci, bagaimana
tidak, di dalamnya kita disambut oleh pilar-pilar berukuran raksasa. Di bagian
dalamnya ada dua obelisk, yaitu bangunan panjang yang runcing di bagian
atasnya. Kompleksnya sangat luas, berukuran 1,5 km kali 800 meter dan bisa
menampung hingga 80 ribu peziarah.
Di dekat pintu masuk kuil, ada banyak patung domba berbadan
singa di sepanjang jalan. Pintu gerbangnya pun sangat besar sekali. Jika kita
mendengar nama Kuil Karnak pasti tidak jauh dengan kuil Luxor. Kuil Luxor juga
merupakan tempat peribadatan bagi penganut Agama Pagan sebelum akhirnya disegel
ketika masuknya Agama Kristen. Di kedua kuil inilah para penganut agama pagan
mengadakan festival tahunan yang sangat meriah, yang disebut Festival Opet.
Kuil Luxor memang tidak seluas Kuil Karnak, di bagian
depannya terdapat patung obelisk dan patung dewa Mesir kuno. Jarak antara Kuil
Karnak dan Luxor sekitar 3 kilometer. Kedua tempat itu menjadi rute arak-arakan
umat pagan sambil membawa patung dewa matahari, Amun Ra. Amun adalah dewa
perang yang gagah perkasa, sedangkan Ra adalah dewa matahari. Maka, dalam
mitologi Mesir kuno, Amun Ra dipahami sebagai Raja Dewa Matahari atau rajanya
para Tuhan–King of Gods.
Setelah itu kami mengunjungi Colossi of Memnon, yaitu dua
buah patung batu raksasa setinggi 20 meter yang masih terawat dengan sangat
baik. Patung ini dinisbatkan sebagai Raja Firaun, Amenhotep III yang berkuasa
sekitar tahun 1350 Sebelum Masehi. Patung kembar ini berdiri di dekat pemakaman
Theba, seberang Sungai Nil, tidak jauh dai Kota Luxor. Kawasan di belakang ke
dua patung berdiri adalah kawasan pemakaman Amenhotep III, fir’aun sebelum masa
nabi Yusuf ada dan jauh sebelum Nabi Musa tiba. Juga masih terlihat penggalian
di belakang kedua patung ini, karena konon terdapat kuil yang dibangun oleh
Amenhotep III dan masih dalam pencarian.
Beberapa menit kemudian kami sampai di Kuil Hatshepsut,
lokasinya tak jauh dengan Colossi of Memnon. Bangunan yang sangat eksotis,
karena dibangun menempel dengan bukit-bukit batu sekitarnya. Jadi kuil tersebut
seperti bangunan yang muncul diantara bukit-bukit. Dari kejauhan kuil ini
terlihat megah dan kokoh, tetapi dari dekat bangunannya seperti biasa. Akan
tetapi tetap saja terlihat sangat indah dan eksotis.
Halaman kuil tersebut demikian luas, sehingga untuk menuju
pintu gerbangnya perlu menggunakan kereta kecil. Tempat parkirnya bisa
menampung ratusan mobil peziarah. Di pinggiran kawasan parkiran itu terdapat
pokok-pokok kayu Myrh alias pohon kemenyan yang pada zaman Firaun dulu berjajar
rimbun. Pohon kemenyan tersebut didatangkan dari negeri Somalia yang dulu
menjadi partner perdagangan Hatshepsut. Tapi, kini pohon-pohon itu sudah tidak
ada, sehingga suasananya menjadi demikian terik.
Sesampainya kami pun menaiki tangga di kuil tersebut, ketika
di atas terdapat pilar-pilar dan patung di sela-selanya. Salah satunya patung
Hatshepsut, ia adalah firaun kelima dari Dinasti ke-18 di Mesir kuno. Para
Egiptologis umumnya menganggapnya sebagai salah seorang firaun perempuan yang
paling berhasil di Mesir, yang memerintah lebih lama daripada perempuan
penguasa manapun dalam sebuah dinasti bumiputra. Ia memerintah selama sekitar
1479 hingga 1458.
Perjalanan di Kota Luxor ini pun diakhir dengan mengunjungi Valley
of The Kings atau lembahnya para Raja. Valley of The Kings adalah
kawasan pemakaman para Raja Mesir kuno terletak di sepanjang tepi barat sungai
Nil tepat di seberang Kota Luxor. Tempat pemakaman ini terdiri dari dua lembah
yaitu Lembah Timur dan Lembah Barat. Lembah Para Raja memiliki sekitar 63
makam, dengan yang pertama milik Thutmose I dan yang terakhir adalah Ramses X.
Hanya saja kami cuma mengunjungi tiga makam, karena untuk melihat yang lainnya
harus menambah biaya.
Situs wisata yang satu ini memang
paling mahal dari yang lainnya, biaya tiketnya seharga 50 le dan itu sudah
harga pelajar bukan turis. Jika memasuki makam lainnya ada yang menambah 50 le
ada yang lebih, mungkin hanya sejarawan dan orang-orang yang kelebihan duit
rela menambah duit tiket. Sudah mahal tiket masuknya, ditambah tidak boleh
membawa kamera dan semua elektronik yang bisa memotret. Jika ditemukan membawa
kamera dan memotret objek di dalam wisata akan terkena denda.
Di setiap bukit, kita akan masuk
ke sebuah pintu yang dituliskan raja yang dimakamkan. Terdapat tangga turun ke
bawah, ada yang terbuat dari batu dan ada yang dari kayu. Sepanjang tangga terlihat
ukiran-ukiran Hieroglyph berwarna-warni dan masih sangat asli. Ternyata
warna-wana yang menghiasi ukiran tersebut diambil dari bebatuan warna-warni di
pegunungan. Ketika di sana kita akan merasakan betapa hedonisnya para firaun
Mesir kuno dahulu. Terlihat dari pemakaman mereka yang dihias seindah mungkin
dan untuk satu makam saja luas sekali.
Seharusnya makam Imam Syafi’i
dijaga ketat seperti ini, lebih dimuliakan dibandingkan dengan makam para
firaun. Juga makam para ulama lainnya, supaya lebih terurus. Ini hanya sebagian
cerita tentang peradaban Mesir kuno dan situs-situs peninggalan para firaun.
Masih banyak lagi cerita tentang peradaban lainnya, tentunya Islam yang akan
diceritakan di bab selanjutnya.