Pages

Labels

Senin, 30 September 2013

Tipu Muslihat Peri Hutan



“Cepat selesaikan pekerjaanmu, dipenjara sama ratu baru tahu rasa kamu,” ujar Lena.

“Berisik kau! Aku malas bekerja keras buat si ratu tamak,” jawabku sinis.

“Hati-hati kau berbicara Bella!”

Kulemparkan baju putih bersih setengah jadi ke atas bangku kayu. Segera kuambil kembali, karena baju tersebut terbuat dari kain sutra yang sangat sensitif dengan benda kasar. Ujung-ujungnya hanya kupelototi saja baju yang hampir jadi di hadapanku. Baru kali ini aku membuat baju sutra lebih dari sehari, bahkan sudah hampir seminggu pesanan ratu kuanggurkan. Aku benar-benar tak sudi bekerja keras demi ratu tamak itu. 

Padahal aku terkenal sebagai pembuat baju sutra terbagus di kalangan peri-peri hutan. Maka tak jarang aku sering mendapat pesanan dari ratu kerajaan peri. Selain bagus kualitasnya, pesanan juga cepat jadi, hanya butuh sehari aku menyelesaikan satu baju. Bahkan pernah aku membuat 100 baju sutra dalam sebulan untuk pesta ulang tahun ratu dan semua selesai dengan kedua tanganku. 

Mulai aku berumur 14 tahun, aku sudah mahir menenun kain-kain sutra, lalu dijadikan sehelai baju yang indahnya bukan main. Aku belajar dari ibuku, karena beliau sudah tua, maka aku yang meneruskan pekerjaannya dan ternyata aku menuruni kepandaiannya dalam hal ini. 

Akhir-akhir ini kerjaku payah sekali, sudah hampir seminggu satu baju pun tidak ada yang kuselesaikan. Semua peri hutan pembuat baju sutra terheran-heran, termasuk sahabatku, Lena. Ada yang menyangkaku sakit, atau terkena flu yang virusnya berasal dari ulat sutra. Semua dugaan salah. Aku normal, malas pun tidak sebenarnya, aku hanya tak sudi bekerja dengan seseorang yang kubenci.

Semenjak kematian Ratu Venice, kedudukan Ratu peri hutan digantikan oleh sosok yang sangat tamak dan kejam, yaitu Ratu Elly. Dia selalu menjejali rakyatnya dengan pekerjaan berat. Bayangkan, dalam seminggu setiap peri pembuat baju disuruh membuat 30 baju sutra. Ulat-ulat sutra sampai pucat karena kelelahan memproduksi sutra. Kerjaannya menimbun harta, termasuk baju-baju sutra yang dibuat oleh peri-peri hutan. Jika tidak menyetor 30 baju sutra, peri tersebut akan diancam masuk penjara atau diambil secara paksa semua hartanya, kejam!

Dulu, setiap Ratu Venice memintaku membuat baju sutra, setelahnya pasti aku diberikan hadiah sebagai tanda terima kasih. Dia sangat menghargai jerih payah rakyatnya, maka tak jarang banyak peri-peri hutan yang menawarkan dirinya dibuatkan baju sutra. Namun, beberapa minggu lalu, ada seseorang menyusup kerajaan, lalu membunuh Ratu Venice. Ada yang menduga bahwa yang membunuh adalah suruhan Ratu Elly.

Sekarang aku harus bekerja dengan pembunuh ratu kesayanganku, si tamak nan kejam. Makanya, dengan sengaja aku mengulur-ulur pekerjaanku, berbagai nasihat kudapatkan. Aku sudah tahu resiko yang kudapatkan, dipenjara kah? Atau semua harta keluargaku dirampas? Atau yang lebih kejam, dipotong kedua tanganku? Aku bergidik.

“Bu, aku ingin jadi kumbang saja, lalu menjadi prajurit kerajaan, pada malam hari kuculik Ratu Elly dan kubuang ke Negri seberang,” ujarku penuh emosi.

“Bella, tidak boleh seperti itu. Kita sama-sama tahu bahwa Ratu Elly sering berbuat semena-mena kepada rakyatnya, tetapi bukan lantas dibalas dengan keburukan juga,” nasehat Ibu.

“Terus dengan apa?”

“Dengan kebaikan yang membuatnya jera untuk berbuat kejahatan”.

Semalaman aku berpikir keras apa yang dikatakan ibu tadi siang. Kira-kira apa ya kebaikan yang membuat si pelaku jera? Berhari-hari aku berpikir kata-kata ibu itu. Sudah hampir dua minggu pekerjaan kuanggurkan, demi menyelesaikan teka-teki perkataan ibu.

Akhirnya aku mendapatkan ide untuk membuatnya jera, bukan dengan kebaikan tetapi dengan mengelabuinya. Kubuat satu baju terbuat dari kain biasa bukan sutra. Lalu keesokan harinya aku pergi menghadap Ratu Elly. 

“Mana baju buatanmu? Sudah hampir dua minggu kamu tidak memberi baju sutra,” perintah Ratu Elly.

“Ini bajunya ratu,” jawabku sambil menyerahkan baju sederhana ke hadapannya.

“Baju apa ini? Jelek sekali, hanya satu pula, kamu mau main-main denganku?”

“Tenang dulu ratu, ini baju terbuat dari benang yang lebih indah dari sutra. Dua minggu lalu aku menemukan ulat yang menghasilkan benang yang super indah ini. Benangnya sangat tipis dan mudah rusak, harus ekstra hati-hati menenunnya, maka dari itu menghabiskan waktu yang lama”.

“Tetapi mengapa kain ini begitu kusam?”

“Baju ini akan terlihat indah hanya dengan orang yang suci hatinya, dipenuhi oleh kebaikan, begitu yang dikatakan ulat penghasil benang ini. Sengaja kubawakan satu untuk ratu sebagai contoh”.

Ratu Elly terdiam mendengar penjelasanku.

“Coba buktikan perkataanmu tadi”.

Dipanggilkan seluruh pelayan kerajaan, termasuk prajurit-prajurit. Semua memuji baju yang kubuat. Mereka memang sudah bersekongkol denganku. Kebetulan aku mempunyai teman yang bekerja di istana dan ternyata semua penghuni istana membenci Ratu Elly. Ratu Elly pun semakin penasaran, lalu dia berkata, “Baiklah, baju ini akan kusimpan. Mungkin hari ini aku sedang tidak enak badan jadi penglihatanku sedikit mengabur”. Dia berkilah.

Setelah itu Ratu Elly rutin memesan baju tersebut kepadaku. Semakin hari, dia berubah menjadi lebih bersahaja, karena aku bilang kepadanya bahwa semakin kita berbuat kebaikan maka baju ini akan terlihat semakin indah. Dalam sebulan Ratu Elly menjelma seperti Ratu Venice yang baik hati. Maka dari itu setelah ini aku berniat akan membuatkan baju sutra asli yang indah untuknya sebagai bukti perkataanku dan penghargaan dariku untuk kebaikannya.

Sebenarnya caraku membuat jera salah, yaitu dengan mengelabuinya. Itu semua dikarenakan sampai saat ini aku belum memecahkan teka-teki perkataan ibu. Apakah kebaikan yang membuat jera pelaku kejahatan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar