Pages

Labels

Sabtu, 14 September 2013

Origami


Lengkap 100! Ah, lelah sekali selama dua hari penuh aku melipat origami berbentuk burung. Sekarang tinggal diikat dengan benang dan kutempel di langit-langit kamar. Ternyata tidak cukup langit-langit kamarku menampung 100 origami, kugantung di jendela kamar, bukan hanya disitu saja tetapi di dahan pohon yang menjulur dekat jendela. Di musim semi pasti banyak angin sejuk yang meniupkan seluruh penjuru kota London, tentunya burung-burung origamiku akan bergerak-gerak tertiup angin seakan-akan seperti hidup.

Aku gemar membaca komik-komik Jepang, pamanku yang bekerja di Negeri Sakura itu sering membawakanku ketika ia pulang ke London. Ada yang versi Inggris ada juga yang Jepang, aku juga suka belajar huruf kanji Jepang yang rumit melaluinya. Dari komik itulah aku mengenal origami, jadi disana menceritakan seorang gadis yang suka melipat origami berbentuk burung. Konon, barang siapa yang berhasil membuat 100 origami burung, menaruhnya di langit-langit kamar, lalu berdoa maka harapannya akan dikabulkan.

Sebenarnya banyak mitos-mitos Jepang yang kudapatkan dari cerita-cerita komik, tetapi menurutku mitos origami yang paling menarik. Lalu aku terobsesi membuat origami sejumlah seratus. Pada hari ini, di umurku yang ke 13 tahun, aku berhasil menyelesaikannya. Setelah selesai kugantung semua origami, kurebahkan tubuh mungilku di atas lantai kamarku yang terbuat dari kayu. Sebenarnya tujuanku membuat 100 origami bukan untuk harapanku dikabulkan, akan tetapi aku ingin seratus burung-burung origami ini membawa tubuhku pergi dari rumah ini.

“Mom, lihat Anne! Sudah kubilang dia aneh, dua hari mengurung diri hanya untuk menyampah kamarnya sendiri,” teriak Mary, kakakku. Bukan, dia terlihat lebih seperti penyihir.

“Anne, kertas-kertas itu kalau ditaruh di atap kamar bisa jadi sarang serangga, cepat bersihkan,” pinta Mommy dengan lembut.

Andai daddy masih hidup, pasti dia akan membelaku, memahamiku. Tidak hanya sekali ini saja, dulu ketika musim panas aku menaruh bola-bola kertas dilapisi dengan kain putih ditaruh di sekeliling jendela, Mary merusaknya. Tidak bisakah mereka toleransi dengan imajinasiku? aku hanya anak kecil yang ingin mempunyai dunia yang berbeda. Tidak ada yang bisa mengerti, aku hanya ingin mereka menghargai duniaku.

Maka dari itu, aku berharap pada malam hari nanti burung-burung ini akan hidup dan membawa tubuhku pergi dari rumah ini. Aku ingin pergi ke rumah nenekku di desa sana, kuharap mereka akan membawaku kesana. Sering kali aku merengek ingin mengunjungi nenek kepada mommy, tetapi ia tidak mengijinkan. Aku tahu mengapa mereka tidak mengijinkan aku kesana, karena dulu sewaktu aku berumur 3 tahun sempat tinggal bersamanya selama dua tahun. Ketika itu mommy dan Mary pergi ke Wina, daddy kecelakaan dan meninggal disana. Aku mengetahuinya ketika berumur 10 tahun, itu pun aku mengetahuinya dari pamanku.

Nenek selalu mendongengkanku setiap sebelum tidur, dari kisah Cinderella, Thumbelina, dan sebagainya. Sampai ketika mommy menjemputku pulang, aku menolaknya, aku ingin pergi ke kastil para peri. Kata nenek letaknya tidak jauh dari rumahnya, mommy memarahiku dan mengatakan bahwa itu semua hanya khayalan. Akan tetapi aku tetap bersikeras ingin pergi kesana, sampai-sampai mommy memarahi nenek, gara-gara semua cerita khayalannya aku sering meminta sesuatu yang konyol. Semenjak saat itu, aku tidak pernah dibolehkan mengunjungi nenek, pasti dia sedih sekali.

Tepat jam 9 malam aku sudah siap di atas ranjangku, bersiap-siap menutupi tubuhku dengan selimut. Lalu mematikan lampu kamar sebelum mommy datang melihatku masih bermain-main dengan origami. Bisa-bisa mommy menyuruh Mary merubuhkan semua origami yang kugantung di langit-langit kamar. Sebelum memejamkan mataku, kuberkata lirih, “Bawa aku pergi dari rumah ini”.

Belum sempat memejamkan mata, terdengar suara gaduh jendela tertiup angin, aku lupa menutupnya. Ternyata bukan angin yang membuat jendela bergerak, tetapi origami-origamiku. Sedikit demi sedikit burung-burung origami itu mengepakkan sayap mereka. Lama kelamaan semua burung yang ada di kamarku dan di dahan pepohonan ikut mengepakkan sayap mereka.

Semua burung yang ada di langit-langit kamar keluar serempak melalui jendela, yang di jendela dan di dahan pepohonan pun semua berkumpul menjadi satu. Seratus burung origami berkumpul menyusun diri mereka menjadi bentuk burung besar. Jadilah origami burung yang sangat besar di hadapanku.

“Ikut aku menuju kastil peri,” ajaknya.

Aku terkejut dia bisa berbicara, kuanggukan kepalaku menanggapi ajakannya. Kupanjat jendela, lalu jatuh terhempas di atas origami burung besar ini. Dia membawaku jauh menuju peri kastil, yang letaknya berada di desa tempat tinggal nenekku. Mommy berbohong, peri kastil benar-benar ada, lihat saja akan kubuktikan kepadanya dan tentunya juga si Penyihir Mary. Pasti mereka tidak akan lagi mengusikku.

Tidak sampai satu jam di hadapanku sudah terhampar pemandangan kastil yang indah. Di tembok-teboknya banyak ditumbuhi tumbuhan dan bunga-bunga. Walaupun tidak terlalu besar, tetapi cahaya lampu yang menyoroti kastil dari bawah membuatnya terlihat megah. Burung itu tidak membawaku menuju kastil, tetapi menuju kebun apel tepat di belakang bangunan kastil.

“Hei, aku ingin turun di kastil peri bukan di kebun apel,” teriakku.

“Aku akan menunjukkan kamu sesuatu,” ujarnya.

Disana sudah ada tiga perempuan, yang satu seorang gadis, lalu di sampingnya seorang ibu, satunya lagi seorang nenek tua. Hei, mereka adalah mommy, Mary dan nenek! Aku terkejut bukan main, kenapa mereka semua berada disini? Disitu mommy dan Mary melihat sinis kepada nenek.

“Seharusnya kami yang lebih berhak atas tanah ini, tapi entah kenapa suamiku yang bodoh memberikannya kepadamu, padahal umurmu sudah tidak lama lagi, lebih baik untuk kami saja,” kata mommy dengan berapi-api. Di sampingnya Mary menganggukkan kepala tanda setuju.

Nenek hanya terdiam mendengar semua cercaan mommy.

“Kamu sengaja mengajak Anne ke kastil ini yang kau namai kastil peri supaya dia menganggapnya ini semuanya milik peri-peri bukan tanah rampasanmu!”

“Aku tidak pernah merampas darimu Lily…” belum selesai nenek berbicara, mommy memotongnya.

“Tak akan kubiarkan kau menyentuh Anne, apalagi membiarkan dia mengunjungimu, ingat itu!”

“Kamu sangat jahat! Aku tidak habis pikir kenapa anakku mau menikahimu, seharusnya kamu tahu Anne itu cucu kesayanganku, aku ingin sekali ditemaninya di sisa umurku, aku….”

Tiba-tiba tubuh nenek limbung ke tanah, jantung nenek kumat. Aku berteriak dan berlari ke arah nenek, anehnya aku tidak bisa menyentuhnya. Tidak satu pun dari mereka yang mendengar teriakanku. Aku berlari ke arah origami burung ingin bertanya apa sebenarnya yang terjadi, dia menghilang! Oh tidak, ku harap ini semua hanya mimpi.

Benar saja, ketika aku sadar dan membuka kedua bola mataku, aku masih berada di atas ranjang. Ternyata hanya mimpi, aku menghela napas lega. Mengambil tisu, membersihkan keringat dingin yang bercucuran. Kutatap di sekeliling langit kamar, semua origami masih tetap pada tempatnya. Lalu samar-samar kudengar kegaduhan di lantai bawah. Langsung ku menuju lantai bawah menuruni tangga. Kulihat mommy terisak menangis, Mary merangkulnya sambil menangis lebih kencang.

“Apa yang terjadi?” tanyaku.

“Nenek meninggal,” jawab Mary.

Tiba-tiba aku menjadi sangat benci kepada mommy.

4 komentar:

  1. wah wah wah,, ini asli keren banget iis syg ;)(y)

    BalasHapus
  2. makasih ika manis
    ditunggu juga tulisan2 keren kamu ;) :*

    BalasHapus
  3. tpi setauku ad jg lagu daerah (jepang) yg mnyebutkan bkn 100 nominal yg prlu dibuat, tpi 1000 :) cmiiw

    anyway, th touch is back. nice story, thumbs up!

    BalasHapus
  4. ane pernah baca novel tentang origami,disana ditulisnya 100 :D
    namanya juga mitos atau dongeng,suka berbeda-beda tiap orang :)

    BalasHapus