Lengkap 100! Ah, lelah sekali selama dua hari penuh aku melipat origami berbentuk burung. Sekarang tinggal diikat dengan benang dan kutempel di langit-langit kamar. Ternyata tidak cukup langit-langit kamarku menampung 100 origami, kugantung di jendela kamar, bukan hanya disitu saja tetapi di dahan pohon yang menjulur dekat jendela. Di musim semi pasti banyak angin sejuk yang meniupkan seluruh penjuru kota London, tentunya burung-burung origamiku akan bergerak-gerak tertiup angin seakan-akan seperti hidup.
Aku gemar membaca
komik-komik Jepang, pamanku yang bekerja di Negeri Sakura itu sering
membawakanku ketika ia pulang ke London. Ada yang versi Inggris ada juga yang
Jepang, aku juga suka belajar huruf kanji Jepang yang rumit melaluinya. Dari
komik itulah aku mengenal origami, jadi disana menceritakan seorang gadis yang
suka melipat origami berbentuk burung. Konon, barang siapa yang berhasil
membuat 100 origami burung, menaruhnya di langit-langit kamar, lalu berdoa maka
harapannya akan dikabulkan.
Sebenarnya banyak
mitos-mitos Jepang yang kudapatkan dari cerita-cerita komik, tetapi menurutku
mitos origami yang paling menarik. Lalu aku terobsesi membuat origami sejumlah
seratus. Pada hari ini, di umurku yang ke 13 tahun, aku berhasil menyelesaikannya.
Setelah selesai kugantung semua origami, kurebahkan tubuh mungilku di atas
lantai kamarku yang terbuat dari kayu. Sebenarnya tujuanku membuat 100 origami
bukan untuk harapanku dikabulkan, akan tetapi aku ingin seratus burung-burung
origami ini membawa tubuhku pergi dari rumah ini.
“Mom, lihat Anne!
Sudah kubilang dia aneh, dua hari mengurung diri hanya untuk menyampah kamarnya
sendiri,” teriak Mary, kakakku. Bukan, dia terlihat lebih seperti penyihir.
“Anne, kertas-kertas
itu kalau ditaruh di atap kamar bisa jadi sarang serangga, cepat bersihkan,”
pinta Mommy dengan lembut.
Andai daddy masih
hidup, pasti dia akan membelaku, memahamiku. Tidak hanya sekali ini saja, dulu
ketika musim panas aku menaruh bola-bola kertas dilapisi dengan kain putih
ditaruh di sekeliling jendela, Mary merusaknya. Tidak bisakah mereka toleransi
dengan imajinasiku? aku hanya anak kecil yang ingin mempunyai dunia yang
berbeda. Tidak ada yang bisa mengerti, aku hanya ingin mereka menghargai
duniaku.
Maka dari itu, aku
berharap pada malam hari nanti burung-burung ini akan hidup dan membawa tubuhku
pergi dari rumah ini. Aku ingin pergi ke rumah nenekku di desa sana, kuharap
mereka akan membawaku kesana. Sering kali aku merengek ingin mengunjungi nenek
kepada mommy, tetapi ia tidak mengijinkan. Aku tahu mengapa mereka tidak
mengijinkan aku kesana, karena dulu sewaktu aku berumur 3 tahun sempat tinggal
bersamanya selama dua tahun. Ketika itu mommy dan Mary pergi ke Wina, daddy
kecelakaan dan meninggal disana. Aku mengetahuinya ketika berumur 10 tahun, itu
pun aku mengetahuinya dari pamanku.
Nenek selalu
mendongengkanku setiap sebelum tidur, dari kisah Cinderella, Thumbelina, dan
sebagainya. Sampai ketika mommy menjemputku pulang, aku menolaknya, aku ingin
pergi ke kastil para peri. Kata nenek letaknya tidak jauh dari rumahnya, mommy
memarahiku dan mengatakan bahwa itu semua hanya khayalan. Akan tetapi aku tetap
bersikeras ingin pergi kesana, sampai-sampai mommy memarahi nenek, gara-gara
semua cerita khayalannya aku sering meminta sesuatu yang konyol. Semenjak saat
itu, aku tidak pernah dibolehkan mengunjungi nenek, pasti dia sedih sekali.
Tepat jam 9 malam aku
sudah siap di atas ranjangku, bersiap-siap menutupi tubuhku dengan selimut.
Lalu mematikan lampu kamar sebelum mommy datang melihatku masih bermain-main
dengan origami. Bisa-bisa mommy menyuruh Mary merubuhkan semua origami yang
kugantung di langit-langit kamar. Sebelum memejamkan mataku, kuberkata lirih,
“Bawa aku pergi dari rumah ini”.
Belum sempat
memejamkan mata, terdengar suara gaduh jendela tertiup angin, aku lupa
menutupnya. Ternyata bukan angin yang membuat jendela bergerak, tetapi
origami-origamiku. Sedikit demi sedikit burung-burung origami itu mengepakkan
sayap mereka. Lama kelamaan semua burung yang ada di kamarku dan di dahan
pepohonan ikut mengepakkan sayap mereka.
Semua burung yang ada
di langit-langit kamar keluar serempak melalui jendela, yang di jendela dan di
dahan pepohonan pun semua berkumpul menjadi satu. Seratus burung origami
berkumpul menyusun diri mereka menjadi bentuk burung besar. Jadilah origami
burung yang sangat besar di hadapanku.
“Ikut aku menuju
kastil peri,” ajaknya.
Aku terkejut dia bisa
berbicara, kuanggukan kepalaku menanggapi ajakannya. Kupanjat jendela, lalu
jatuh terhempas di atas origami burung besar ini. Dia membawaku jauh menuju
peri kastil, yang letaknya berada di desa tempat tinggal nenekku. Mommy
berbohong, peri kastil benar-benar ada, lihat saja akan kubuktikan kepadanya
dan tentunya juga si Penyihir Mary. Pasti mereka tidak akan lagi mengusikku.
Tidak sampai satu jam
di hadapanku sudah terhampar pemandangan kastil yang indah. Di tembok-teboknya
banyak ditumbuhi tumbuhan dan bunga-bunga. Walaupun tidak terlalu besar, tetapi
cahaya lampu yang menyoroti kastil dari bawah membuatnya terlihat megah. Burung
itu tidak membawaku menuju kastil, tetapi menuju kebun apel tepat di belakang
bangunan kastil.
“Hei, aku ingin turun
di kastil peri bukan di kebun apel,” teriakku.
“Aku akan menunjukkan
kamu sesuatu,” ujarnya.
Disana sudah ada tiga
perempuan, yang satu seorang gadis, lalu di sampingnya seorang ibu, satunya
lagi seorang nenek tua. Hei, mereka adalah mommy, Mary dan nenek! Aku terkejut
bukan main, kenapa mereka semua berada disini? Disitu mommy dan Mary melihat
sinis kepada nenek.
“Seharusnya kami yang
lebih berhak atas tanah ini, tapi entah kenapa suamiku yang bodoh memberikannya
kepadamu, padahal umurmu sudah tidak lama lagi, lebih baik untuk kami saja,”
kata mommy dengan berapi-api. Di sampingnya Mary menganggukkan kepala tanda
setuju.
Nenek hanya terdiam
mendengar semua cercaan mommy.
“Kamu sengaja mengajak
Anne ke kastil ini yang kau namai kastil peri supaya dia menganggapnya ini
semuanya milik peri-peri bukan tanah rampasanmu!”
“Aku tidak pernah
merampas darimu Lily…” belum selesai nenek berbicara, mommy memotongnya.
“Tak akan kubiarkan
kau menyentuh Anne, apalagi membiarkan dia mengunjungimu, ingat itu!”
“Kamu sangat jahat!
Aku tidak habis pikir kenapa anakku mau menikahimu, seharusnya kamu tahu Anne
itu cucu kesayanganku, aku ingin sekali ditemaninya di sisa umurku, aku….”
Tiba-tiba tubuh nenek
limbung ke tanah, jantung nenek kumat. Aku berteriak dan berlari ke arah nenek,
anehnya aku tidak bisa menyentuhnya. Tidak satu pun dari mereka yang mendengar
teriakanku. Aku berlari ke arah origami burung ingin bertanya apa sebenarnya
yang terjadi, dia menghilang! Oh tidak, ku harap ini semua hanya mimpi.
Benar saja, ketika aku
sadar dan membuka kedua bola mataku, aku masih berada di atas ranjang. Ternyata
hanya mimpi, aku menghela napas lega. Mengambil tisu, membersihkan keringat
dingin yang bercucuran. Kutatap di sekeliling langit kamar, semua origami masih
tetap pada tempatnya. Lalu samar-samar kudengar kegaduhan di lantai bawah.
Langsung ku menuju lantai bawah menuruni tangga. Kulihat mommy terisak
menangis, Mary merangkulnya sambil menangis lebih kencang.
“Apa yang terjadi?”
tanyaku.
“Nenek meninggal,”
jawab Mary.
wah wah wah,, ini asli keren banget iis syg ;)(y)
BalasHapusmakasih ika manis
BalasHapusditunggu juga tulisan2 keren kamu ;) :*
tpi setauku ad jg lagu daerah (jepang) yg mnyebutkan bkn 100 nominal yg prlu dibuat, tpi 1000 :) cmiiw
BalasHapusanyway, th touch is back. nice story, thumbs up!
ane pernah baca novel tentang origami,disana ditulisnya 100 :D
BalasHapusnamanya juga mitos atau dongeng,suka berbeda-beda tiap orang :)