“Ayo Lia, sekarang
giliran kamu yang cerita kebiasaan konyol kamu,” seru Wiwi.
“Bentar..bentar, gue
mau mengheningkan cipta semenit,” ujarku.
“Halah, banyak gaya!
Bilang aja mau kentut!” ujar Cici.
“Ih, iya tau, bau
comberan nih,” tukas Leni.
Kita tergelak, ada-ada
saja ulah kami berempat. Begini lah kalau sudah berkumpul, apalagi ketika
mengadakan ritual mingguan ini. Jadi, kita mempunyai ritual mingguan setiap
libur kuliah. Kita berkumpul membentuk
lingkaran sambil bercerita cerita-cerita konyol sambil memakan tempe goreng
makanan favorit. Maka dari itu, kita berempat dijuluki sebagai pendekar tempe.
Pemenang cerita terkonyol akan mendapatkan hadiah sebaskom tempe goreng, memang
benar-benar pendekar tempe.
“Dengerin! Jadi gini..,”
kataku memulai cerita. Kali ini aku akan menceritakan kebiasaan konyolku, yaitu
tidur. Ketika aku di pesantren dulu, waktu itu aku duduk di kelas satu
Tsanawiyah. Setiap satu bulan diadakan Sima’an Alquran, jadi per-rayon
dibagi perjuz dipimpin dengan ustdzah. Kebetulan ketika itu aku pengurus anak
baru, jadi rayonnya dekat dengan masjid dan mendapat giliran pertama.
Biasanya dimulai
selepas salat shubuh, sima’an dilakukan serempak baru setelah itu
per-rayon. Kebiasaan burukku setelah salat shubuh berjamaah aku tidur dengan
posisi seperti orang mengaji supaya tidak terlihat oleh Bagian Pengajaran.
Ketika itu aku berada di barisan kedua dari depan, ketika orang-orang bubar dan
rayonku mendapat giliran sima’an biasanya orang-orang menyebar dekat
jendela mencari tempat senderan. Hanya beberapa orang yang di depan dekat
ustadzah.
Aku yang tertidur
tidak sadar jika orang-orang sudah bubar, ditambah teman-temanku yang pengurus
kamar juga sengaja tidak membangunkanku. Ketika bangun aku tercengang karena
depanku tepat ustadzah yang memimpin sima’an, yang lebih menjengkelkan
aku melihat teman-temanku pura-pura melihat Alquran sambil cekikikan. Akan
tetapi karna aku memiliki muka tembok, dengan santai aku pindah dekat jendela
dan melanjutkan tidur kembali.
Heran juga, mengapa
semenjak aku masuk pesantren bakat tidurku melaju pesat. Sampai-sampai ustadz
yang mengajar muthala’ah berkata di depan kelas, “Lia ini emang suka
tidur dari kelas satu ya?”. Satu kelas menertawakanku dan lebih konyolnya waktu
itu aku sedang tidur, lalu terbangun dan menanyakan kepada teman sebangkuku,
“Ngetawain apaan sih?”.
Bisa tidur dimana saja
dan dalam keadaan apa pun, itu lah kehebatanku. Biasanya waktu pelajaran
computer para santriwati semangat, karena tidak membosankan. “Orang yang aneh
kalau tidur waktu pelajaran computer,” kata salah satu teman sekelas. Aku
merasa tersinggung, karena aku satu-satunya santriwati yang bisa tidur ketika
pelajaran komputer. Jelas saja, ruangan ber-AC ditambah kursi yang empuk,
nyaman sekali untuk tidur. Biasanya aku berpura-pura menyandarkan kepala di
kepalan tanganku sambil menghadap komputer, supaya tidak terdeteksi keanehanku
ini.
Ketika pelajaran yang
tidak ada gurunya, biasanya anak-anak kelas hobi menonton film di Laboratorium
Bahasa, karena disana ada televise besar. Akan tetapi aku lebih memilih tidur
sendirian di kelas. Lebih aneh lagi, masuk akal tidak kalau bisa tidur di waktu
kegiatan baris berbaris? Aku saja ingin tertawa jika ingat kejadian tersebut.
Waktu itu aku sedang mengikuti KMD (Kursus Mahir Dasar), padahal aku paling
bersemangat ketika itu, karena pramuka adalah kegiatan yang paling ku gemari di
pesantren.
Kebetulan aku
mengantuk sekali, karena di malam hari kita tidak tidur mencari baju di
tempat-tempat gelap ditemani hantu-hantu konyol. Matahari terik sekali membuat
sedikit lemas untuk baris berbaris, apalagi yang mengajar kakak-kakak dari Saka
Bayangkara. Ketika praktek, mataku terpejam lalu terbuka sambil kepalaku
naik-turun. “Ulangi lagi! Ada yang ngantuk tadi!” teriak kakak yang sedang
mengkomando. Semua sibuk mencari-cari dan terheran-heran, masak sih ada yang
bisa tidur. Aku memasang muka innocent dan tidak mengantuk lagi
setelah mendengar gertakan kakak tadi.
Gara-gara hobi tidur,
aku sering telat ke masjid ketika salat shubuh, dan beruntungnya aku tidak
pernah tertangkap basah oleh Bagian Keamanan. Biasanya aku menaruh sajadah di
pinggang dan tertutup mukena, lalu keluar
dari tempat wudlu ketika orang-orang berwudlu. Mencari celah ketika kakak
Bagian Keamanan lengah, lalu dengan cepat aku menyusup masuk masjid, karena
tubuhku kecil jadinya tidak terlalu terlihat apalagi banyak orang yang keluar
masjid.
Sampai sekarang pun
masih berlanjut, jadi pernah ketika itu aku baru tidur dua jamdi malam hari
dikarenakan mengerjakan tugas kuliah. Di bus aku tidak mendapatkan tempat
duduk, tiba-tiba mataku terpejam sambil kepalaku naik-turun dalam keadaan
berdiri. Tiba-tiba seorang ibu menepuk pundakku dan memberikan jatah tempat
duduk yang harusnya jadi miliknya. Aku malu sekali, tetapi karena rasa kantukku
lebih dari rasa malu, aku mengambil jatah tempat duduknya.
“Udah
selesaaiiiii…..!” seruku mengakhiri cerita.
“Sebenernya gue nggak
heran kalau si Lia nih ratu tidur, cuma yang konyol kok ada orang yang tidur
pas baris berbaris,” ujar Leni yang masih cekikikan sedari tadi.
“Nih, tempenya,
selamat buat ratu tidur!” teriak Wiwi.
“Hahaha, double T,
tempe sama tidur,” kata Cici.
Seketika tiga buah
jitakan mendarat di kepala para pendekar tempe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar