Pages

Labels

Rabu, 07 Agustus 2013

Double T, Tidur dan Tempe



 “Ayo Lia, sekarang giliran kamu yang cerita kebiasaan konyol kamu,” seru Wiwi.

“Bentar..bentar, gue mau mengheningkan cipta semenit,” ujarku.

“Halah, banyak gaya! Bilang aja mau kentut!” ujar Cici.

“Ih, iya tau, bau comberan nih,” tukas Leni.

Kita tergelak, ada-ada saja ulah kami berempat. Begini lah kalau sudah berkumpul, apalagi ketika mengadakan ritual mingguan ini. Jadi, kita mempunyai ritual mingguan setiap libur kuliah. Kita  berkumpul membentuk lingkaran sambil bercerita cerita-cerita konyol sambil memakan tempe goreng makanan favorit. Maka dari itu, kita berempat dijuluki sebagai pendekar tempe. Pemenang cerita terkonyol akan mendapatkan hadiah sebaskom tempe goreng, memang benar-benar pendekar tempe.

“Dengerin! Jadi gini..,” kataku memulai cerita. Kali ini aku akan menceritakan kebiasaan konyolku, yaitu tidur. Ketika aku di pesantren dulu, waktu itu aku duduk di kelas satu Tsanawiyah. Setiap satu bulan diadakan Sima’an Alquran, jadi per-rayon dibagi perjuz dipimpin dengan ustdzah. Kebetulan ketika itu aku pengurus anak baru, jadi rayonnya dekat dengan masjid dan mendapat giliran pertama.

Biasanya dimulai selepas salat shubuh, sima’an dilakukan serempak baru setelah itu per-rayon. Kebiasaan burukku setelah salat shubuh berjamaah aku tidur dengan posisi seperti orang mengaji supaya tidak terlihat oleh Bagian Pengajaran. Ketika itu aku berada di barisan kedua dari depan, ketika orang-orang bubar dan rayonku mendapat giliran sima’an biasanya orang-orang menyebar dekat jendela mencari tempat senderan. Hanya beberapa orang yang di depan dekat ustadzah.

Aku yang tertidur tidak sadar jika orang-orang sudah bubar, ditambah teman-temanku yang pengurus kamar juga sengaja tidak membangunkanku. Ketika bangun aku tercengang karena depanku tepat ustadzah yang memimpin sima’an, yang lebih menjengkelkan aku melihat teman-temanku pura-pura melihat Alquran sambil cekikikan. Akan tetapi karna aku memiliki muka tembok, dengan santai aku pindah dekat jendela dan melanjutkan tidur kembali.

Heran juga, mengapa semenjak aku masuk pesantren bakat tidurku melaju pesat. Sampai-sampai ustadz yang mengajar muthala’ah berkata di depan kelas, “Lia ini emang suka tidur dari kelas satu ya?”. Satu kelas menertawakanku dan lebih konyolnya waktu itu aku sedang tidur, lalu terbangun dan menanyakan kepada teman sebangkuku, “Ngetawain apaan sih?”.
Bisa tidur dimana saja dan dalam keadaan apa pun, itu lah kehebatanku. Biasanya waktu pelajaran computer para santriwati semangat, karena tidak membosankan. “Orang yang aneh kalau tidur waktu pelajaran computer,” kata salah satu teman sekelas. Aku merasa tersinggung, karena aku satu-satunya santriwati yang bisa tidur ketika pelajaran komputer. Jelas saja, ruangan ber-AC ditambah kursi yang empuk, nyaman sekali untuk tidur. Biasanya aku berpura-pura menyandarkan kepala di kepalan tanganku sambil menghadap komputer, supaya tidak terdeteksi keanehanku ini.

Ketika pelajaran yang tidak ada gurunya, biasanya anak-anak kelas hobi menonton film di Laboratorium Bahasa, karena disana ada televise besar. Akan tetapi aku lebih memilih tidur sendirian di kelas. Lebih aneh lagi, masuk akal tidak kalau bisa tidur di waktu kegiatan baris berbaris? Aku saja ingin tertawa jika ingat kejadian tersebut. Waktu itu aku sedang mengikuti KMD (Kursus Mahir Dasar), padahal aku paling bersemangat ketika itu, karena pramuka adalah kegiatan yang paling ku gemari di pesantren.

Kebetulan aku mengantuk sekali, karena di malam hari kita tidak tidur mencari baju di tempat-tempat gelap ditemani hantu-hantu konyol. Matahari terik sekali membuat sedikit lemas untuk baris berbaris, apalagi yang mengajar kakak-kakak dari Saka Bayangkara. Ketika praktek, mataku terpejam lalu terbuka sambil kepalaku naik-turun. “Ulangi lagi! Ada yang ngantuk tadi!” teriak kakak yang sedang mengkomando. Semua sibuk mencari-cari dan terheran-heran, masak sih ada yang bisa tidur. Aku memasang muka innocent dan tidak mengantuk lagi setelah mendengar gertakan kakak tadi. 

Gara-gara hobi tidur, aku sering telat ke masjid ketika salat shubuh, dan beruntungnya aku tidak pernah tertangkap basah oleh Bagian Keamanan. Biasanya aku menaruh sajadah di pinggang dan tertutup mukena, lalu keluar  dari tempat wudlu ketika orang-orang berwudlu. Mencari celah ketika kakak Bagian Keamanan lengah, lalu dengan cepat aku menyusup masuk masjid, karena tubuhku kecil jadinya tidak terlalu terlihat apalagi banyak orang yang keluar masjid. 

Sampai sekarang pun masih berlanjut, jadi pernah ketika itu aku baru tidur dua jamdi malam hari dikarenakan mengerjakan tugas kuliah. Di bus aku tidak mendapatkan tempat duduk, tiba-tiba mataku terpejam sambil kepalaku naik-turun dalam keadaan berdiri. Tiba-tiba seorang ibu menepuk pundakku dan memberikan jatah tempat duduk yang harusnya jadi miliknya. Aku malu sekali, tetapi karena rasa kantukku lebih dari rasa malu, aku mengambil jatah tempat duduknya.

“Udah selesaaiiiii…..!” seruku mengakhiri cerita. 

“Sebenernya gue nggak heran kalau si Lia nih ratu tidur, cuma yang konyol kok ada orang yang tidur pas baris berbaris,” ujar Leni yang masih cekikikan sedari tadi.

“Nih, tempenya, selamat buat ratu tidur!” teriak Wiwi.

“Hahaha, double T, tempe sama tidur,” kata Cici.

Seketika tiga buah jitakan mendarat di kepala para pendekar tempe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar